Beda hilirisasi versi Prabowo dengan Jokowi
Presiden Prabowo Subianto dalam Astacita menegaskan melanjutkan hilirisasi dan industrialisasi agar bisa melecut pertumbuhan perekonomian negara di atas 8%.
Hal tersebut dilakukan guna mencapai visi Indonesia Emas 2045 sekaligus memacu Indonesia tidak terjebak dalam pendapatan menengah atau middle income trap dengan menargetkan masyarakat bisa memiliki penghasilan hingga US$30.000 per tahun.
Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala BKPM Todotua Pasaribu dalam pernyataannya mengatakan Astacita Presiden Prabowo menempatkan hilirisasi sebagai salah satu prioritas strategis untuk mendorong ekonomi berkelanjutan. Upaya ini diarahkan untuk meningkatkan kemandirian bangsa melalui swasembada pangan, energi, air, ekonomi hijau, dan ekonomi biru. Selain itu, pengembangan industri kreatif, penciptaan lapangan kerja berkualitas, serta penguatan kewirausahaan menjadi bagian integral dari strategi ini.
"Bagaimana kami mau mengarahkan pemanfaatan terhadap sumber daya alam sehingga memberikan added value yang jauh lebih besar, untuk pencapaian penambahan revenue negara dan juga untuk kita bisa menggenjot pertumbuhan negara,” katanya, belum lama ini.
Program hilirisasi Prabowo dilakukan terhadap 28 komoditas. Menurut Todotua, pihaknya telah menyusun peta jalan hilirisasi komoditas strategis tersebut di delapan sektor utama. Peta jalan ini menawarkan potensi investasi senilai US$618,1 miliar yang diperkirakan mampu menciptakan lapangan kerja untuk lebih dari 3 juta orang, serta meningkatkan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) hingga US$235,9 miliar.
Selain itu, dikatakan dia, BKPM juga telah menetapkan sembilan program quick wins untuk mendorong investasi dan mendukung hilirisasi. Program ini mencakup optimalisasi insentif fiskal seperti tax holiday, integrasi sistem digital antar-kementerian, dan pengembangan kawasan investasi strategis.
BKPM juga tengah berfokus pada penyelesaian hambatan investasi, termasuk mengatasi permasalahan pada lima perusahaan dengan nilai total Rp556 triliun. Program ini diharapkan dapat memberikan kepastian berusaha dan meningkatkan daya tarik Indonesia sebagai tujuan investasi global.
Berbeda dengan era Joko Widodo (Jokowi) saat menjadi presiden, hilirisasi Prabowo ini menggunakan pendekatan yang lebih menyeluruh dan inklusif. Prabowo juga memperkuat penghiliran di sektor kelautan, pertanian, dan kehutanan.
Asal tahu saja, hilirisasi versi Jokowi lebih berfokus pada sektor mineral atau tambang. Salah satu prioritasnya adalah penghiliran nikel yang disebut mampu meningkatkan pendapatan ekspor. Namun hilirisasi nikel menyisakan banyak masalah, dari kerusakan lingkungan, ketimpangan ekonomi di daerah penghasil, hingga ketergantungan pada investasi China.
Ketua Bidang Perindustrian dan Perdagangan Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Afifuddin Suhaeli Kalla menyebut, program hilirisasi era Jokowi sudah menunjukkan perkembangan. Misalnya nikel, dari yang semula hanya pengolahan mentah menjadi dengan nilai tambah hingga membuat nilai ekspor bertambah dari US$3 miliar menjadi US$33 miliar.
“Akan banyak sektor lainnya yang dihilirisasikan, kita harus banyak juga invetsasi di bidang lain seperti pangan karena fokus Prabowo sendiri swasembada dan kemandirian pangan,” katanya, belum lama ini.
Selain itu, dia menyebut, manfaat hilirisasi secara lokal juga sudah terlihat dalam beberapa waktu ini, misalnya di Maluku Utara dengan kawasan industri nikel yang kini menjadi salah satu provinsi dengan pertumbuhan ekonomi tinggi di Indonesia. Kondisi ini membuat lapangan pekerjaan bisa terbuka lebih lebar.
“Jadi jika dibuka ini di seluruh Indonesia maka ada multiplier effect,” ujarnya.
Perizinan masih jadi tantangan
Afifudin bilang diperlukan kucuran investasi dari pengusaha lokal dan asing untuk menggenjot hilirisasi. Sayangnya, faktor perizinan masih menjadi momok bagi para pengusaha maupun investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
Menurutnya, birokrasi yang terlalu berbelit harus segera diselesaikan agar semua program hilirisasi bisa berjalan dan pertumbuhan ekonomi dari sektor ini berkembang setelah dimulai dari era Jokowi.
Dia menceritakan sulitnya mengurus perizinan ketika membangun kawasan industri nikel di Sulawesi. Saat itu, dia membutuhkan total 65 izin lintas kementerian, mulai dari izin usaha smelter hingga izin penggunaan jalan.
"Untuk mendorong investasi hiliriasi, sudah seharusnya ada satu izin besar untuk lintas kementerian agar investor tidak lagi memikirkan masalah perizinan. Jadi dari saya masukannya cuma satu, mempersingkat perizinan,” imbuhnya.
Di sisi lain, untuk komoditas di luar mineral yakni sektor perkebunan seperti sawit dan kelapa juga perlu menjadi perhatian. Apalagi, sektor tersebut memiliki potensi besar.
Ia menyampaikan, investasi di perkebunan belum masif karena banyak yang mengira sektor ini tidak terlalu seksi. Padahal sektor perkebunan menjadi salah satu andalan Indonesia, khususnya di Sumatera, Papua, atau Kalimantan.
"Indonesia adalah pemain nomor satu perkebunan sawit dan kelapa. Ekspor kelapa Indonesia tahun lalu mencapai US$2 miliar dan kelapa dari Indonesia sangat dicari negara lain dan menjadi nomor satu di dunia," katanya.
Dengan cita-cita menjadi negara emas 2045, menurutnya bisa menjadikan banyak industrialis muda untuk memegang peranan penting dalam hilirisasi.
"Jika China membutuhkan waktu 20 tahun untuk membuat industrinya sebesar sekarang, maka saat ini adalah momen yang tepat untuk 20 tahun ke depan mencapai momen yang sama dengan China," lanjutnya.