Pendekatan yurisdiksi: Upaya cegah karhutla dan lestarikan lahan hijau

Pendekatan yurisdiksi membuat daerah memiliki rencana spesifik untuk menjaga lingkungan. Baru lima kabupaten yang menerapkan program ini.

Ilustrasi Alinea.id/MT. Fadillah.

Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) hebat melanda Riau pada 2015 silam. Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau, saat itu seluas 4.189,5 hektare lahan di Siak telah dilalap oleh api. 

Untungnya, di tahun-tahun berikutnya luasan lahan dan hutan yang terbakar terus mengalami penurunan, hingga pada 2018 hanya menjadi 157 hektare lahan atau turun sekitar 160%. Meski turun tipis, angka kebakaran hutan kembali mengalami penyusutan. Sepanjang tahun lalu api hanya menghanguskan sekitar 106 hektare lahan dan hutan di Siak. 

“Kebakaran hutan yang terjadi pada tahun 2015 itu menyebabkan Siak mengalami kerugian sebesar Rp16,1 triliun,” ungkap Wakil Bupati Siak Husni Merza, dalam sambutannya, ketika membuka Forum Aksi Kolektif Yurisdiksi (JCAF) ke-7, Kamis (7/4).

Diketahui, Kabupaten Siak, Riau adalah salah satu daerah yang memiliki lahan gambut terbesar di Indonesia. Berdasarkan catatan Badan Informasi Geospasial (BIG), luas lahan gambut di kabupaten di barat Provinsi Riau ini mencapai 57,44% dari total luas wilayahnya, yakni 8.556,09 km2. Dengan tingkat ketebalan gambut antara 3-15 meter. 

Dengan kondisi ini, Siak memiliki risiko tinggi mengalami bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Belum lagi sifat tanah gambut yang seperti spons, menyerap dan menahan air secara maksimal di musim penghujan namun sangat kering kala kemarau.