Akhir perang Rusia-Ukraina: Mungkinkah Kiev menaklukkan pasukan Putin?

Meski mulai kalah di berbagai medan tempur, Vladimir Putin tak juga mau menarik pasukannya dari Ukraina.

Ilustrasi teritori yang dikuasai Rusia di Ukraina. Alinea.id/Aisya Kurnia

Beberapa jam menjelang "perayaan" setahun konflik antara Rusia dan Ukraina, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendadak menggelar sidang darurat. Dihadiri perwakilan dari 180 negara, sidang itu menyepakati sebuah resolusi penting. Muatan utamanya menuntut Rusia segera menarik pasukan dari Ukraina. 

Diberi nama "UN Charter Principles Underlying a Comprehensive, Just and Lasting Peace in Ukraine", sebanyak 141 negara--termasuk Indonesia--mendukung resolusi itu. Hanya tujuh negara yang menolak. Selain Rusia, penolakan datang dari Korea Utara, Eritrea, Mali, Nikaragua, Suriah, dan Belarusia. Sisanya abstain. 

"Semakin lama pertempuran berlangsung, semakin sulit pekerjaan (mencari solusi damai) ini. Kita tidak punya banyak waktu," kata Sekjen PBB  Antonio Guterres saat membuka sidang di markas PBB, New York, Amerika Serikat (AS), Kamis (22/2) lalu. 

Selain gencatan senjata, resolusi itu juga mendorong dibentuknya tim investigasi untuk menyelidiki dugaan kejahatan perang yang terjadi dalam konflik tersebut. Sebelumnya, Ukraina menyebut militer Rusia telah melakukan setidaknya 65 ribu kejahatan sepanjang perang. 

"Komunitas internasional tidak boleh tutup mata terhadap eksekusi, penyiksaan, kekerasan, seksual, penculikan, hingga deportasi anak-anak dalam perang," kata Menteri Luar Negeri (Menlu) Prancis, Catherine Colonna.