Dari Shincheonji ke Kumbh Mela: Bagaimana agama melanggengkan Covid-19

Alih-alih menjadi solusi, fanatisme agama kerap memperburuk pandemi Covid-19.

Ilustrasi Festival Kumbh Mela di India. Alinea.id/Oky Diaz

Hidup Ajeet Jain berubah bak mimpi buruk, November 2020 lalu. Ketika itu, rumah sakit umum tempat dia bekerja di New Delhi, India, sesak dengan pasien Covid-19. Sebagian besar pasien mengantre untuk masuk intensive care unit (ICU). Sepuluh orang meninggal setiap harinya. 

Namun, hanya sekitar tiga bulan berselang, situasinya berubah drastis. Jumlah pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit itu bisa dihitung dengan jari. Dari 200 ventilator, hanya dua alat yang digunakan untuk merawat pasien. 

"Ini (kondisi di rumah sakit) sungguh sangat melegakan," kata Jain seperti dikutip dari Washington Post pada 4 Februari 2021.

Hari itu, tercatat hanya ada tambahan 8,653 pasien positif Covid-19 di India. Dalam sepekan terakhir, tercatat rerata jumlah kasus hanya sekitar 11 ribu per hari. Padahal, tambahan kasus positif di negeri itu sempat menyentuh hampir 100 ribu per hari sebulan sebelumnya.  

Para pakar pun bingung. Sejumlah teori beredar. Ada kalangan yang berpendapat India telah mencapai kekebalan kawanan alias herd imunity. Ada pula yang menganggap turunnya jumlah kasus positif merupakan bukti kesuksesan kebijakan-kebijakan pemerintah mengatasi Covid-19.