Pfizer kembangkan obat anti corona yang aman, namun bukan pengganti vaksinasi

Pfizer juga mempelajari dampak pengobatan pada orang yang terpapar Covid-19 dengan risiko rendah atau tertular dari lingkungan keluarga.

ilustrasi. foto Pixabay

Perusahaan farmasi Pfizer mengembangkan obat berbentuk pil untuk pasien Covid-19 sejak awal pandemi terjadi. Obat ini diklaim mampu menurunkan risiko gejala berat hingga 89%. Kendati begitu, pil yang disebut sebagai Paxlovid ini bukan pengganti vaksinasi Covid-19.

Dikutip dari Reuters, Rabu (10/11), studi obat Covid-19 Pfizer dilakukan pada 1.219 pasien COVID-19 yang dirawat dan meninggal dunia. Pasien yang diteliti memiliki gejala ringan hingga sedang, dan memiliki faktor risiko terjadinya penyakit parah, seperti obesitas dan lansia. Semula pengobatan Covid-19 dilakukan dengan menggunakan suntikan atau infus. Temuan pil diharapkan bisa menjadi metode baru dalam pengobatan pasien Covid-19.

Dari studi ini ditemukan bahwa 0,8% pasien yang dirawat di rumah sakit, dan diberikan obat anti virus tidak ada yang meninggal selama 28 hari setelah pengobatan. Pil anti Covid-19 ini diberikan tiga hari setelah pasien mengalami gejala.

"Data ini memperlihatkan bahwa kandidat obat anti virus kami, bila disetujui oleh pihak berwenang, berpotensi menyelamatkan nyawa pasien, mengurangi tingkat keparahan gejala akibat infeksi Covid-19, dan mengurangi hingga sembilan dari sepuluh kasus rawat inap," kata Kepala Eksekutif Pfizer Albert Bourla.

Pfizer juga mempelajari dampak pengobatan pada orang-orang yang terpapar Covid-19 dengan risiko rendah atau tertular dari lingkungan keluarga. Dalam uji klinis tersebut, diketahui Paxlovid bisa mengurangi risiko rawat inap dan kematian sebesar 89% pada orang dewasa yang rentan termasuk lansia. Obat ini dikenal sebagai protease inhibitor, dirancang untuk memblokir enzim yang dibutuhkan virus untuk berkembang biak.