Beleid baru dana BOS Nadiem: Diskriminatif, bukan solusi guru honorer

Menteri Nadiem Makarim merombak tata kelola dana BOS. Alokasi dana BOS untuk guru honorer dinilai melanggengkan keberadaan mereka.

Ilustrasi dana BOS. Alinea.id/Dwi Setiawan.

Lebih 15 tahun menunggu kejelasan nasib. Hingga usia mendekati kepala empat, status sebagai guru PNS yang diimpi-impikan tak kunjung tiba. Nurbaiti tidak bisa memastikan nasibnya di hari-hari mendatang.

Guru honorer sekolah dasar di Cipinang, Jakarta Timur, itu bersyukur bisa mengantongi gaji setara Upah Minimum Provinsi DKI Jakarta. Kebijakan itu berlaku sejak 2016. Nasib lebih buruk menimpa ribuan kolega dia di daerah lain yang hanya bisa membawa pulang uang antara Rp150.000 hingga Rp300.000 per bulan.

Meski mengaku beruntung, tiap Desember ia selalui dihantui rasa waswas. Saat itulah nasibnya setahun ke depan ditentukan. Ia harus menjalani serangkaian tes dan proses untuk perpanjangan kontrak sebagai guru honorer.

“Gaji (guru honorer) lebih besar (di Jakarta), tetapi setiap tahun kita dikontrak. Beda dengan di daerah (lain), walaupun (gaji) kecil, tetapi tidak ada bayang-bayang akan dipecat,” ujar Ketua Forum Honorer K2 Indonesia DKI Jakarta ini kepada reporter Alinea.id, Kamis (20/2).

Sebagai guru honorer, Nurbaiti kenyang dengan janji-janji manis pemerintah. Setiap tahun ada iming-iming janji pengangkatan guru honorer. Ia menyebut skema Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang belum jelas nasibnya. “Lagi-lagi kita meminta ke pemerintah jangan zalim dengan (guru) honorer,” ucapnya.