‘Catcalling’ dan mimpi buruk perempuan di jalan

Siulan dan komentar atas tubuh perempuan adalah wujud pelecehan seksual di jalan. Bagaimana cara menyikapinya?

Ilustrasi catcalling sebagai bentuk pelecehan seksual di jalan./ Shutterstock

“Eh, Cantik, mau kemana?”

Assalamualaikum, Manis, mau Abang antar?”

“Hai, Cewek! Sombong amat enggak mau nyahut?”

Demikian celetuk beberapa orang saat perempuan melintasi jalan. Terkadang, siulan atau upaya menyentuh badan juga dilakukan saat perempuan bergeming terhadap perlakuan mereka. Fenomena ini dalam ranah psikologi disebut dengan “catcalling”. Mengutip Oxford Dictionary, ‘catcalling’ diterjemahkan sebagai siulan, panggilan, dan komentar yang bersifat seksual dan/atau tidak diinginkan oleh pria terhadap wanita yang lewat. Kadang dibarengi pula dengan tatapan yang bersifat melecehkan dan membuat perempuan menjadi merasa tidak aman.

‘Catcalling’ merupakan satu dari sekian banyak aksi pelecehan seksual di jalan (street harassment) yang tak hanya dialami perempuan, tapi juga laki-laki. Fenomena ini pernah dijadikan objek penelitian oleh ilmuwan Benard dan Schlaffer (1981), yang mengklaim para perempuan ketika berada di jalanan di Wina mengalami pelecehan dan tidak memperhatikan umur, berat badan, pakaian yang dikenakan, atau ras oleh laki-laki yang berasal dari latar belakang berbagai ras dan level sosio-ekonomi.