Eksistensi semu Tik Tok dan fenomena hiperrealitas

Fenomena penggunaan Tik Tok tersebut menciptakan kondisi hiperrealitas yang jamak dijumpai di internet.

Aplikasi Tik Tok seakan menunjukkan keinginan mendapatkan eksistensi./Istimewa.

Aplikasi sinkronisasi bibir (lip-sync) lagu Tik-tok sedang mendapatkan ketenarannya saat ini. Aplikasi ini telah diunduh oleh lebih dari 50 juta pengguna di Google Play. Bahkan menjadi aplikasi terpopuler nomor dua di Google Play Indonesia dan menjadi salah satu aplikasi yang paling cepat pertumbuhannya. 

Sebenarnya, aplikasi ini menggabungkan musik dan sosial media, sama seperti aplikasi musical.ly yang telah lebih dulu hadir. Tik Tok diluncurkan pada bulan September 2017 oleh Zhang Yiming. 

Aplikasi asal China ini memungkinkan penggunanya untuk membuat video musik pendek mereka sendiri dengan pengguna sebagai bintangnya. Di tempat asalnya, China, pengguna aktif Tik Tok telah mencapai angka 150 juta orang.

Kemudian kepopulerannya merambah di sejumlah negara seperti: Hong Kong, Jepang, dan Asia Tenggara. South China Morning Post menyebut pengguna Tik Tok berasal dari generasi Z. Mengapa Tik Tok menarik perhatian generasi Z? Jawabannya, proses penyuntingan video di Tik Tok membantu kreatornya mencipta dan membagi video mereka dengan mudah.  

Sayangnya, belakangan aplikasi ini kini lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya. South China Morning Post (SCMP) melaporkan bahwa pengguna Tik Tok adalah anak-anak yang berada di bawah umur 16 tahun. Seorang bocah sekolah dasar yang diwawancarai SCMP mengaku Tik Tok telah mengubah dirinya.