Film ini menampilkan adegan brutal di tengah situasi yang rusak.
Pengepungan di Bukit Duri dibuka dengan kerusuhan rasial terhadap orang Tionghoa pada 2009 di Jakarta. Di tengah kerusuhan itu, kakak Edwin (Morgan Oey), diperkosa. Pada 2027, Edwin mengemban tugas mencari keponakannya, yang menurut kakaknya sebelum meninggal, dia titipkan kepada seseorang dengan posisi ada di timur Jakarta.
Edwin yang menjadi guru seni, berpindah-pindah sekolah demi mencari keponakannya yang kemungkinan sudah remaja. Hingga akhirnya, dia mengajar di SMA Bukit Duri, sebuah sekolah anak-anak buangan, yang menjadi sekolah terakhir di Jakarta Timur yang dia “singgahi”. Sekolah itu tertutup, lebih mirip sebuah penjara.
Bukit Duri di film Joko Anwar—sang sutradara film ini—bukan wilayah yang di dunia nyata ada di Jakarta Selatan. Bukit Duri di film ini letaknya ada di Jakarta Timur.
Pengepungan di Bukit Duri menggambarkan bagaimana negara kehilangan kontrol dari pemerintah, moral yang bobrok, situasi yang serba mencekam, gagalnya sistem pendidikan, rasisme, dan kekerasan yang menjadi seperti lazim.
Sebagai seorang guru keturunan Tionghoa, Edwin tak punya wibawa di depan siswa-siswanya yang bandelnya bukan main. Edwin terlibat konflik dengan seorang muridnya, Jefri (Omara Esteghlal), yang punya geng di kelas itu. Geng ini kerap membuat onar. Bahkan, menyiksa beberapa Tionghoa.