Kemenkes: Stunting memiliki dampak yang krusial bagi anak

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada balita akibat kekurangan gizi kronis, terutama dalam 1.000 hari pertama kehidupan.

Ilustrasi anak mengalami stunting. Alinea.id/Oky Diaz

Pemerintah menargetkan hanya ada 14% balita menderita stunting pada 2024. Angka ini mengikuti tren penurunan kasus di Indonesia, di mana pada 2021 angka stunting tinggal 24,4% dan pada 2019 sebesar 27,67%.

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada balita akibat kekurangan gizi kronis, terutama dalam 1.000 hari pertama kehidupan.

Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Dhian Probhoyekti, mengungkapkan, pihaknya memiliki empat strategi utama untuk mencapai target pada 2024. Perbaikan pola konsumsi makanan sesuai gizi seimbang, perbaikan perilaku sadar gizi dan aktivitas fisik, peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi, serta peningkatan sistem kewaspadaan pangan dan gizi.

"Stunting memiliki dampak yang krusial bagi anak. Balita yang gagal tumbuh karena stunting akan memengaruhi produktivitas di masa depan. Kemudian, berdampak pada gangguan perkembangan kognitif, keberhasilan pendidikan, dan SDM yang berdaya," tuturnya dalam "Temu Media Peringatan Hari Gizi Nasional: Aksi Bersama Cegah Stunting dan Obesitas" yang disiarkan secara virtual, Selasa (18/1).

Strategi surveilans gizi bakal dilaksanakan dengan pemberian makanan bayi dan anak (PMBA), promosi dan konseling menyusui, pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak, serta pemberian suplemen bagi ibu hamil dan remaja.