Kurikulum Merdeka menyisakan masalah guru dan siswa

Penetapan Kurkulum Merdeka sebagai kurikulum nasional mengacu pada Permendikbud Ristek Nomor 12 Tahun 2024.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim berfoto bersama siswa SD./Foto Instagram Nadiem Makarim/@nadiemmakarim

Kurikulum Merdeka resmi ditetapkan menjadi kurikulum nasional mulai tahun ajaran baru 2024/2025. Walau demikian, implementasinya bergantung pada kesiapan masing-masing satuan pendidikan dari jenjang anak usia dini hingga pendidikan menengah. Ada masa transisi untuk menerapkannya paling lambat tahun ajaran 2026/2027. Khusus sekolah di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) paling lambat pada tahun ajaran 2027/2028.

Penetapan Kurkulum Merdeka sebagai kurikulum nasional mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah.

Merujuk situs web Kemdikbud, sudah ada 309.149 sekolah terdaftar sudah menerapkan Kurikulum Merdeka hingga 2023. Sebanyak 6.200 sekolah di antaranya ada di daerah tertinggal. Kurikulum Merdeka adalah kurikulum yang pembelajarannya fokus pada materi esensial, fleksibel atau bisa disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan minat siswa, serta fokus pada penguatan karakter.

Kepala bidang Advokuasi Guru Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Iman Zanatul Haeri mengatakan, meski Kurikulum Merdeka merupakan sebuah kurikulum yang lazim lantaran kurikulum memang harus mengikuti perubahan zaman, tetapi punya dampak yang variatif. Sebab, kurikulum tersebut punya persyaratan yang harus diterapkan.

“Pertama, persyaratan pemahaman gurunya,” ujar Iman kepada Alinea.id, Kamis (28/3).