Mendikbud bicara maraknya intoleransi di Indonesia

Intoleransi masih tumbuh subur, padahal jalur rempah di nusantara berperan penting dalam pembentukan pemikiran dan gaya hidup.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim. Dokumentasi Kemendikbudristek

Jalu rempah memegang peranan penting dalam pembentukan pemikiran dan gaya hidup kosmopolitan masyarakat nusantara sejak beberapa abad silam. Jalur rempah inilah yang memungkinkan interaksi lintas budaya terjadi dengan harmonis.

Keharmonisan tidak hanya dalam perdagangan, tetapi juga dalam hubungan antarumat beragama. Saat itu, masyarakat muslim nusantara memiliki keteguhan dalam mematuhi ajaran beragama dan keterbukaan terhadap budaya lain. Karenanya, nusantara tumbuh menjadi masyarakat yang kuat bukan karena keseragaman, melainkan keberagaman.

Sekarang, pada abad ke-21, kita semakin sering mendengar globalisasi, tentang bagaimana negara di dunia kian terhubung satu sama lain sehingga interaksi lintas budaya tidak bisa dihindari. Namun, ini bukanlah hal yang baru bagi masyarakat Indonesia bahkan memiliki slogan Bhineka Tunggal Ika yang mencerminkan nilai kosmopolitanisme.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim, mengatakan, intoleransi masih terus terjadi meski interaksi lintas budaya bukanlah hal yang baru bagi masyarakat Indonesia.

Dirinya menjelaskan, intoleransi merupakan salah satu dari tiga dosa besar dalam pendidikan karena intoleransi sama dengan melanggar hak kemerdekaan orang lain. Oleh karena itu, pihaknya terus berupaya menanamkan nilai-nilai tersebut.