Menyuarakan isu politis lewat karya sastra komik dan majalah 

Menciptakan karya sastra bukan perkara hiburan belaka, tapi juga perlu menyisipkan isu politis yang luput dari perhatian orang banyak.

Komik Maus karya Spiegelman rujukan penting dalam melahirkan karya komik. Alinea.id/Manda Firmansyah

Galeri kertas studio hanafi Depok mengajak semua orang menjadi seniman yang menyuarakan isu politis. Caranya, menciptakan karya yang berunsur dari gabungan sastra, komik, dan zine. Zine merupakan singkatan dari magazine alias majalah, yang diciptakan bukan untuk diperjualbelikan, melainkan sekadar publikasi karya pribadi. 

"Ide ceritanya sebaiknya yang luput dari perhatian, tapi penting. Bukan perkara hiburan belaka, tapi juga menyisipkan isu politis yang penting diketahui orang banyak, seperti penggusuran," kata Sastrawan Heru Joni Putra dalam sebuah diskusi dan lokakarya bertema 'Komik dan Sastra dan Zine' di Galeri Kertas Studio Hanafi, Depok, Sabtu (10/8).

Heru mengungkapkan, Maus karya Spiegelman adalah rujukan penting dalam melahirkan karya yang melampaui perdebatan kategori komik, karena karya tersebut dapat dikatakan masuk dalam kategori sastra, tapi juga genre karya hiburan. Karya Spiegelman tersebut merupakan arsiran dari sastra, komik, dan zine.

Menurutnya, karya Spiegelman disebut novel grafis karena memanfaatkan metode penciptaan sastra. Di samping itu, Spiegelman mewawancari ayahnya sebagai penyintas tragedi Holocaust (pembantaian Yahudi oleh Nazi Jerman), serta membenturkannya dengan berbagai sumber sejarah yang valid. Kemudian, membingkainya dalam rupa komik yang fun. 

"Karena mencampurkan banyak genre dengan kualitasnya komplit, dan berkaitan dengan peristiwa sejarah berpengaruh. (Akhirnya) muncul istilah novel grafis, karena komik yang merujuk pada karya untuk hiburan, tak cukup untuk menggambarkannya," ujar Heru.