Mimpi walkable city bagi Jakarta

Beberapa kota di dunia berhasil menerapkan walkable city, yang mewujudkan kota nyaman bagi pejalan kaki.

Beberapa warga Jakarta menunggu lampu peringatan bagi penyeberang jalan di zebra cross depan Stasiun MRT Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Kamis (22/2/2024). Alinea.id/Fery Darmawan

Dikutip dari CNN, Ketua DPP PAN sekaligus Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Zita Anjani mengusulkan diterapkannya konsep walkable city di daerah-daerah vital di Jakarta. Tujuannya, mengurangi polusi udara. Zita optimis, konsep walkable city bisa diterapkan di banyak kawasan di Jakarta, misalnya kawasan pedestrian Dukuh Atas, Menteng, atau Pasar Baru.

Walkable city, mengutip situs Tomorrow City, merupakan konsep perkotaan yang terintegrasi, di mana warganya bisa mengakses layanan dasar dan penting, semisal transportasi publik, dalam jarak yang wajar. Dikenal pula sebagai kota yang bisa “dijangkau” dalam waktu 15 menit berjalan kaki atau bersepeda.

Konsep ini muncul pertama kali pada 1900 sebagai konsep utopis. Namun, pada abad ke-21 muncul lagi sebagai sebuah kebutuhan untuk menjamin perlindungan lingkungan, kualitas hidup, ketahanan energi, dan menutup kesenjangan sosial.

Pakar tata kota dari Universitas Trisakti Nirwono Joga mengatakan, konsep walkable city sukses diterapkan di Kota Melbourne (Australia), Sydney (Australia), Singapura, Tokyo (Jepang), London (Inggris), Paris (Prancis), Amsterdam (Belanda), Barcelona (Spanyol), Viena (Italia), Helsinki (Finlandia), Stockholm (Swedia), dan Copenhagen (Denmark). Bahkan Paris, Barcelona, dan Melbourne, kata dia, tengah menjadi percontohan kota dunia yang menerapkan konsep 15 minutes city.

“(Di sana) warga cukup berjalan kaki kurang dari 15 menit dari rumah ke berbagai tempat tujuan aktivitas harian, seperti sekolah, kantor, pusat perbelanjaan, restoran, taman, di mana mensyaratkan infrastruktur pejalan kaki yang memadai,” kata Nirwono kepada Alinea.id, Rabu (21/2).

Untuk mewujudkan konsep walkable city di Jakarta, menurut Nirwono, Pemprov DKI Jakarta harus memiliki rencana induk terlebih dahulu. Tugas itu dilakukan Dinas Bina Marga Pemprov DKI Jakarta, yang perlu menyusun rencana induk pejalan kaki yang terpadu dengan rencana induk saluran air dan jaringan utilitas.