Penutupan Pulau Komodo, investasi berkedok konservasi

Warga Labuan Bajo menolak pembangunan hotel, resort, rest area yang dinilai merugikan warga lokal.

Warga Kampung Komodo memprotes rencana penutupan Labuan Bajo, Pemerintah dinilai tidak memperhatikan nasib masyrakat asli setempat.Alinea/Robertus Rony

Sebagai bagian agenda percepatan pembangunan Labuan Bajo, Flores yakni sebagai Destinasi Pariwisata Super Prioritas dan Bali Baru, Pemerintah Indonesia hendak menjadikan Pulau Komodo menjadi Kawasan Wisata Ekslusif. 

Melalui Kementerian Pariwisata dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pemerintah menjalankan koordinasi terpadu guna memantau dan mengecek kesiapan daerah terkait dalam pengembangan pariwisata.

Maka dibentuklah Tim Terpadu Pengkajian Pengelolaan Taman Nasional Komodo sebagai Kawasan Wisata Alam Ekslusif. Sejumlah pihak urun rembuk di dalam tim ini, antara lain: pelaksana administratif Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian LHK, jajaran Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat dan Pemerintah Provinsi NTT, dan para ahli terkait.

Tim Terpadu berkoordinasi pula dengan PT Pengembangan Pariwisata Indonesia atau Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) sebagai badan usaha milik negara yang mengelola pengembangan objek pariwisata “Bali Baru”. Selain Labuan Bajo, Kawasan Ekonomi Khusus di Bali dan Mandalika, Lombok juga berada dikelola oleh ITDC.

Proyek utama yang lantas dilontarkan Gubernur NTT terkait pengembangan Pulau Komodo ialah penutupan pulau itu untuk pengembangan konservasi. Diperkirakan sekitar 2.000 penduduk Pulau Komodo akan dipindahkan keluar dari Kampung yang telah mereka huni berpuluh tahun lamanya, bahkan sebelum Republik Indonesia berdiri.