Penyebab suasana gerah dan panas pada beberapa hari terakhir

Fenomena udara gerah sebenarnya adalah fenomena biasa pada saat memasuki musim kemarau.

Ilustrasi hari panas.Pixabay.com

Banyak masyarakat mengeluhkan suasana gerah dan panas dalam beberapa hari terakhir. Apakah yang tengah terjadi?.

Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Herizal, mengatakan, suasana gerah secara meteorologis disebabkan suhu udara yang panas disertai dengan kelembapan udara yang tinggi. Kelembapan udara yang tinggi menandakan jumlah uap air yang terkandung pada udara. Semakin banyak uap air yang dikandung dalam udara, maka akan semakin lembap udara tersebut. Apabila suhu meningkat akibat pemanasan Matahari langsung karena berkurangnya tutupan awan, suasana akan lebih terasa gerah.

Laporan pencatatan meteorologis suhu maksimum udara (umumnya terjadi pada siang atau tengah hari) di Indonesia dalam lima hari terakhir ini, berada dalam kisaran 34-36°C. Beberapa kali suhu udara lebih dari 36°C tercatat terjadi di Sentani, Papua. Di Jabodetabek, pantauan suhu maksimum tertinggi terjadi di Soekarno/Hatta 35°C, Kemayoran 35°C, Tanjung Priok 34,8°C, dan Ciputat 34,7°C.

Demikian juga wilayah lain di Jawa, siang hari di Tanjung Perak, suhu udara terukur 35°C. Wilayah perkotaan terutama di kota besar umumnya memiliki suhu udara yang lebih panas dibandingkan bukan wilayah perkotaan. Sementara itu, catatan kelembapan udara menunjukkan sebagian besar wilayah Indonesia berada pada kisaran lebih dari 80%-100%, yang termasuk berkelembapan tinggi.

Fenomena udara gerah sebenarnya adalah fenomena biasa pada saat memasuki musim kemarau. Untuk Jabodetabek, periode April-Mei adalah bulan-bulan di mana suhu udara secara statistik berdasarkan data historis memang cukup tinggi, selain periode Oktober-Nopember. Pada musim kemarau suhu udara maksimum di Jakarta, umumnya berada pada rentang 32-36°C.