Polemik Kiblat dan bagaimana film horor religi yang baik

Belum tayang di bioskop, film horor Kiblat malah mendapatkan kritik akibat media promosinya yang dianggap sensitif.

Salah satu adegan dalam cuplikan film Kiblat./Foto tangkapan layar YouTube

Film horor Kiblat menuai polemik sebelum tayang di bioskop. Perkaranya, poster promosi film itu di media sosial, sebelum dihapus, dinilai sensitif. Poster tersebut menggambarkan seorang perempuan mengenakan mukena dalam posisi rukuk, tetapi kepalanya menengadah dan berteriak. Di kejauhan, ada sosok tanpa kepala.

Selain warganet, kritik dilontarkan sejumlah figur publik. Salah satunya dari Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Dakwah dan Ukhuwah Cholil Nasif. Lewat unggahan di media sosial Instagram, Minggu (24/3), ia mengatakan sering kali promosi sensitif dan kontroversial dapat menarik perhatian dan banyak penonton. Sering kali juga reaksi keagamaan dimainkan pebisnis untuk meraup keuntungan materi.

“Saya tak tahu isi filmnya, maka belum bisa komentar. Tapi gambarnya seram, kok judulnya kiblat. Saya buka-buka, arti kiblat hanya Kakbah, arah menghadapnya orang-orang salat,” tulis Cholil.

“Kalau ini benar sungguh film ini tak pantas diedar dan termasuk kampanye hitam terhadap ajaran agama.”

Namun, lewat keterangan tertulis yang diterima Alinea.id pada Rabu (27/3), MUI mengkonfirmasi, produser film Kiblat mendatangi MUI. Dalam pertemuan itu, tim produser yang meminta maaf lantaran sudah terjadi kegaduhan menjelaskan isi film, proses pemilihan judul, dan poster.