Roma: Obituari memori untuk ia yang tak bernama

Bagi saya, “Roma” (2018) adalah pemantik buat memaki para pria pemuja maskulinitas.

Roma, film semiotobiografi berlatar Mexico City pada 1970/rottentomatoes.com

Tahi anjing lagi, tahi anjing lagi. Seolah tak pernah habis, kendati Cleo Gutiérrez (Yalitza Aparicio) berkali-kali mengenyahkannya dari lantai. Namun, alih-alih mengeluh, asisten rumah tangga (ART) berambut legam ini tetap menjalankan pekerjaan tanpa banyak omong. Tak hanya membersihkan ampas si anjing, Borras, Cleo merawat empat anak majikan, mencuci baju, membersihkan kamar, menyiapkan makanan, juga menjadi kawan mendengar yang setia. Mungkin karena itulah, Cuarón (Gravity; Children of Men; Harry Potter and Prisoner of Azkaban) repot membuat tribut bagi Cleo, pengasuhnya sejak bocah-yang di kehidupan nyata bernama Libo Rodriguez.

Ini memang film semiotobiografi sutradara Meksiko pertama peraih Oscar tersebut. Mengambil latar di Mexico City pada 1970, Cuarón fokus mendedah sisi perempuan yang seumur hidup tak bernama, tak diketahui tanggal lahir dan asal usulnya, kerap terlupa, tapi susah payah menjadi perekat keluarga. Tak heran, jika Cleo kerap diganjar kecupan dan ucapan “Ayo bangun, Malaikatku,” dari para anak majikan, saking cintanya mereka.

Namun, kehidupan Cleo toh tak berjalan mulus, meski dikelilingi majikan yang memerhatikannya, pasangan suami istri Sofia (Arina de Tavira) dan sang ayah (Fernando Grediaga). Cleo, sebagaimana lazimnya gadis muda juga sibuk berkencan dengan pemuda bernama Fermin (Jorge Antonio Guerrero), rekan sepupu Adelia yang juga menjadi pembantu bersamanya. Fermin, mahir beladiri, juga mahir melarikan diri kala tahu Cleo hamil anak biologisnya.

Menghadapi kenyataan bunting dan ditinggal kabur, kita tak akan disuguhi drama yang mendayu-dayu dari Cleo. Seperti tanpa emosi, perempuan ini tetap pulang ke rumah, irit bicara, dan mencurahkan seluruh emosi dengan termenung depan jendela kamar.

Cuarón sendiri memang tampak berambisi mempersonifikasi malaikatnya itu sebisa ia. Namun, semua tetap samar hingga film purna. Ia tak pernah tahu apa yang dirasakan pembantunya, apakah ia sempat berpikir untuk aborsi, bunuh diri, dan ketika Cleo berkisah soal tanah ibunya yang disita, Cuarón tetap membiarkan semua kepingan cerita itu kabur, tanpa kita tahu kejadian sebetulnya. Dugaan saya, memang hanya itu yang ia ingat soal pengasuhnya. Lagipula, kita bisa memaklumi, dengan mengandalkan memori masa kecil yang berjejalan, tentu Cuarón telah berusaha mati-matian.