Ratusan siswa SMP di Buleleng diketahui tidak bisa membaca. Apa yang salah?
Beberapa waktu lalu, Dewan Pendidikan Buleleng, Bali menemukan ratusan siswa di SMP daerah itu tidak lancar dan tidak bisa membaca. Data yang dihimpun Dewan Pendidikan Buleleng serta Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Buleleng setempat menyebut, sekitar 400 orang siswa masih bermasalah dalam membaca, mengeja, bahkan di antaranya tak bisa membaca sama sekali.
“Jumlahnya bervariasi di tiap sekolah mulai dari beberapa siswa saja hingga puluhan siswa. Sekolahnya tersebar hampir di seluruh SMP di sembilan kecamatan yang ada,” kata Ketua Dewan Pendidikan Buleleng, Imade Sedana, dikutip dari Antara.
Menurut Sedana, permasalahan ini bisa disebabkan karena sempat terjadi penurunan kualitas pembelajaran pada masa pandemi Covid-19, terutama pada jenjang SD. Selain itu faktor disleksia—kondisi seseorang mengalami kesulitan belajar yang menyebabkan masalah pada proses menulis, mengeja, berbicara, dan membaca.
Menanggapi hal itu, Koordinator Nasional (Kornas) Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengatakan, faktor utamanya adalah sistem pendidikan kita yang bermasalah. Misalnya, seperti apa pelajaran membaca diatur dalam kurikulum pendidikan kita.
“Kalau misalnya yang terjadi hari ini kita cek pelajaran membaca, ya anak kelas 1 SD itu kan hanya 1 bab (diwajibkan membaca),” kata Ubaid kepada Alinea.id, Jumat (18/4).
“Kalau 1 bab itu untuk pertemuan bisa berapa kali? Misalnya katakanlah 1 bulan. Memang kalau dalam waktu 1 bulan anak-anak bisa membaca? Kan enggak mungkin.”