Usmar Ismail: Sineas idealis yang mati miris

Google doodle hari ini merayakan hari ulang tahun ke-97 Bapak Film Nasional, Usmar Ismail. Sosok yang dikenal sangat idealis dalam berkarya.

Bapak Film Nasional, Usmar Ismail dalam shooting filmnya./ Parfi

Jika Anda membuka Google hari ini, maka akan menemukan doodle pria berkacamata dengan kamera perekam bernuansa vintage. Sosok yang dideskripsikan adalah Bapak Film Nasional, mendiang Usmar Ismail, yang hari ini, Selasa (20/3) merayakan ulang tahun ke-97.

Nama Usmar sendiri di sebagian kalangan penikmat film mungkin terdengar akrab. Bagi orang Jakarta yang kerap berseliweran di kawasan Jalan H.R. Rasuna Said, Jakarta Selatan, tentu akan menemukan gedung pusat perfilman yang dinamai sesuai pria asal Bukit Tinggi tersebut.

Gelar Bapak Film Nasional yang disematkan padanya pun bukan tanpa alasan. Ia adalah orang yang membidani lahirnya Pusat Film Nasional Indonesia (Perfini) dan pada 30 Maret 1950 memulai shooting film perdananya bertajuk “Darah dan Doa”. Tanggal ini akhirnya ditetapkan sebagai Hari Film Nasional.

Dalam sejarah hidupnya, pria kelahiran tahun 1950 itu telah memproduksi 33 film layar lebar, dengan genre drama sebanyak 13 film, komedi satir 9 film, aksi sebanyak 7 film, dan musikal 4 buah.

Karya Usmar Ismail yang sering disebut sebagai magnum opus dan meledak di pasaran, “Tiga Dara” (1956) konon menjadi film yang paling tak ia sukai. Selama penayangannya, film itu sendiri telah membukukan penjualan sebesar Rp 10 juta dengan laba bersih hingga Rp 3 juta, sebuah angka fantastis kala itu. Bahkan film itu berhasil tayang delapan minggu berturut-turut dan beredar hingga ke Amerika.