Donald Trump, Islamophobia dan diseminasi emotional communication

Diseminasi ideologi supremasi kulit putih oleh Presiden AS ke-45 tersebut sudah terlihat muaranya akan menuju pada kebencian terhadap agama

Manifesto teroris yang melakukan penembakan dan membantai 49 orang di wilayah Christchurch, Selandia Baru mengungkapkan bahwa mereka terinspirasi dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Hal tersebut sebenarnya tidak terlalu mengejutkan. Diseminasi ideologi supremasi kulit putih oleh Presiden AS ke-45 tersebut sudah terlihat muaranya akan menuju pada kebencian terhadap agama atau ras lain, termasuk Islamophobia.

Kekhawatiran masyarakat dunia merebak sejak sebelum ia terpilih untuk memimpin Negara Super-power tersebut. Pasalnya, rekam jejaknya saat sebelum dan selama kampanye yang penuh kontroversi dan rasisme berpotensi dapat merugikan siapapun di luar ras kulit putih.

Melalui Laporan Tahunan FBI pada 2017, terbukti bahwa kasus kriminal di AS yang disebabkan oleh kebencian terhadap ras, agama dan orientasi seksual meningkat 17% pasca pelantikan Trump sebagai tuan rumah the White House.

Jejak virus Islamophibia yang disebarkan oleh Trump sudah dimulai jauh sebelum Pilpres AS 2016. Pada 2011, ia pernah menyebar isu bahwa Barrack Obama secara diam-diam telah memeluk agama Islam. Pada 2015, saat pidato kampanye di depan para pendukungnya, ia menyatakan bahwa Amerika memiliki masalah serius di bernama Muslim.

Kemudian kontroversi yang paling fenomenal yang pernah dinyatakan Trump saat kampanye dan direalisasikan saat ia telah terpilih adalah pengetatan imigrasi dan pelarangan Muslim dari negara tertentu masuk ke Amerika.