Ekonomi kurban

Data Baznas dan PEBS-UI (2018) menunjukkan, pertahunnya ada perputaran dana Rp69,9 triliun selama pelaksanaan kurban.

Puncak perayaan ibadah haji 10 Zulhijah, bertepatan 11 Agustus 2019. Jutaan calon jemaah berkumpul di tanah suci Mekah hendak menunaikan rukun Islam kelima. Selain ibadah haji, pada Zulhijah sebagian umat Islam akan menyembelih hewan kurban. Ibadah tahunan bagi Muslim yang mampu, sebagaimana diperintahkan Allah SWT dalam surah al-Kautsar (108):1-2.

Indonesia, berpenduduk mayoritas muslim, kurban menjadi salah satu momen kebahagiaan. Mengingat ibadah ini memiliki banyak  aspek kebermanfaatan. Betapa kesadaran tinggi untuk berkurban membuat perputaran ekonomi seputar peternakan, pertanian, transportasi, jasa potong ternak, dan penyaluran daging meningkat. Sektor riil ini bisa mendongkrak tingkat kesejahteraan para pelaku ekonomi. Bagi pekurban dan penerima manfaat pun ada pemenuhan asupan gizi hewani. Sesuatu yang jarang dinikmati kelompok miskin. Pada Maret 2019 jumlahnya mencapai 25,14 Juta jiwa.

Ritual ini merupakan sarana membangkitkan solidaritas sosial. Sisi lain, kurban juga berpotensi mendorong laju perekonomian. Sebagaimana zakat, infak, sedekah, dan wakaf, kurban juga memiliki kekuatan pendongkrak ekonomi. Tentu saja, hal ini hanya akan terjadi ketika kurban dikelola secara benar. Sayangnya, hingga saat ini belum ada lembaga nasional yang secara khusus menangani kurban. Diperlukan koordinasi antarlembaga dalam melaksanakan kurban.

Daging yang dibagikan kepada dhuafa merupakan simbol kepedulian, kekerabatan, dan kesetiakawanan sosial. Karena itu, kurban menjadi media sosio kultural mewujudkan keseimbangan keagamaan dan  kemanusiaan. Esensi prosesi ritual kurban ialah afirmasi ketakwaan, kejernihan pikiran, keteguhan iman, dan kesalehan sosial (QS Al-Hajj 22: 37). Demikian, berkurban dan membagikan dagingnya untuk meningkatkan harkat dan martabat kemanusiaan bukan untuk riya dan pencitraan.

Lebih luasnya sebagai gerakan pemerataan ekonomi dan kesejahteraan. Dengan berkurban banyak masyarakat miskin dipelosok bisa menikmati daging. Permintaan hewannya memacu para peternak lokal untuk menaikan jumlah produksi. Sehingga mereka dapat menjual ternaknya dengan harga layak. Sekitar 20% dari harga biasa. Siklus ekonomi ini berkesinambungan. Harapannya akan mampu membangkitkan ekonomi rakyat. Kelompok ekonomi kaya memberikan kontribusi tidak hanya dengan zakat, infak, wakaf, dan sedekah, tetapi juga dengan berkurban. Terjadi perputaran uang.