Jebakan monopoli di Permenaker 291/2018

Peraturan ini, seperti memberikan hak monopoli terselubung. Tidak ada asosiasi lain yang bisa menyeleksi perusahaan pengiriman TKI. 

Moratorium pengiriman TKI ke-21 negara, termasuk di antaranya ke Saudi ternyata berdampak dengan munculnya TKI ilegal di sejumlah negara. Ini disebabkan pekerja Indonesia tidak mendapatkan kanal resmi bekerja di luar negeri. Dalam catatan Badan Nasioal Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), setidaknya 2.600 TKI setiap bulannya termonitor oleh imigrasi ke luar negeri secara ilegal untuk mengadu nasib.

Hal ini mendorong pemerintah mulai mempertimbangkan mencabut kembali moratorium pengiriman TKI melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (permenaker) No.291 Tahun 2018 tentang penempatan TK melalui satu kanal.  

Membaca permenaker tersebut, saya garuk-garuk kepala. Pertama, misalnya pemberian hak satu kanal kepada satu asosiasi untuk menyeleksi perusahaan yang mengirim TKI ke negara tujuan, misalnya ke Arab Saudi. 

Peraturan ini seperti memberikan hak monopoli terselubung. Tidak ada asosiasi lain yang bisa menyeleksi perusahaan pengiriman TKI. Pemberian hak monopoli akan membuka ruang munculnya kolusi dan nepotisme yang berujung pada persoalan perlindungan TKI atau PMI (Pekerja Migran Indonesia). Aspek transparansi dan akuntabilitas menjadi hilang ketika monopoli diberikan hanya kepada satu lembaga saja. 

Hal lain yang cukup menggelitik adalah pada bab III Pasal 1 Huruf K di Permenaker tersebut. Disebutkan bahwa Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) harus memiliki surat/bukti keanggotaan dalam asosiasi yang ditunjuk sebagai wakil KADIN dalam lingkup penempatan dan perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI).