Ideologi transliterasi Ramadan, Ramadlan, dan Ramadhan

Banyak ragam dan musabab di belakang lahirnya sebuah kata hasil transliterasi.

dok. Sobih Adnan

*Penulis dan penikmat sastra. 

Sebelum memulai artikel ini, lebih dulu perlu ditegaskan, penulis memilih berada di antara yang menuliskan nama bulan diwajibkannya puasa dengan sebutan "Ramadan".  Sebabnya, akan dikemukakan berikutnya. 

Banyak ragam dan musabab di belakang lahirnya sebuah kata hasil transliterasi. Lantaran titik bahasnya adalah salah satu penamaan bulan Hijriah, maka gaya dan metodologi pengalihan huruf ke dalam Bahasa Indonesia ini akan fokus proses perubahan dari bahasa asalnya, Arab.

Boleh juga disangkal, kehadiran ragam penulisan "Ramadan", "Ramadlan", "Ramadhan", bahkan “Romadon”, tidak bermula dari prinsip-prinsip berarti. Namun pada faktanya, penulisan kata "Insyaallah" pun pernah dikata sesat dan menyesatkan. Ada sebagian kelompok dengan sumber remang-remang mengatakan penulisan semacam itu justru menghinakan maknanya, dan secara tidak langsung merendahkan agama penggunanya.

Golongan yang begitu semangat menyebarkan gagasannya melalui pesan siaran itu lebih menawarkan bentuk ungkapan janji umat Islam tersebut dengan tata huruf "Insha Allah."