Memaksimalkan pembelajaran jarak jauh

PJJ diharapkan tidak menambah beban psikologis peserti didik

Ginanjar Hambali

Berdasarkan catatan Kemendikbud, selama pandemi Covid-19, terdapat ratusan ribu sekolah yang terpaksa ditutup untuk menghindari penyebaran, sekitar 68 juta jiwa belajar dari rumah dan sekitar empat juta guru melakukan kegiatan mengajar dari rumah.

Guru mengalami kesulitan mengelola pembelajaran jarak jauh (PJJ) dan pembelajaran masih terfokus pada penuntasan kurikulum, waktu mengajar berkurang. Di sisi lain, tidak semua orang tua mampu mendampingi anak karena harus bekerja.

Melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) empat menteri pada Jumat (7/8), pemerintah memerbolehkan sekolah yang berada di zona hijau dan kuning untuk membuka pembelajaran tatap muka, dengan tetap memerhatikan protokol kesehatan yang ketat. 

SKB Menteri menjadi alasan bagi sekolah untuk membuka pembelajaran tatap muka. Namun karena mempunyai syarat yang ketat, banyak daerah yang tak berkenan membuka kelas tatap muka, dengan alasan takut sekolah menjadi klaster baru Covid-19. 

Itu artinya PJJ masih akan menjadi pilihan. Khususnya bagi daerah yang berada di daerah oranye dan merah serta sebagian besar kuning dan hijau dengan alasan yang dikemukakan di atas. Apa yang bisa dilakukan, terutama oleh guru dalam memberikan pembelajaran berkualitas dengan model PJJ?