Menelisik  RAPBN 2019

Asumsi dasar makro yang mendasari RAPBN 2019 secara angka menunjukkan tingkat realistis yang lebih baik.

dok Riza Annisa Pujarama

Penyampaian RAPBN 2019 pekan lalu menarik banyak perhatian, setidaknya karena dua hal. Pertama, karena kondisi ekonomi Indonesia yang tidak begitu baik dalam menghadapi dampak tekanan global. Kedua, karena Indonesia memasuki tahun politik pilpres 2019. Banyak pihak menunggu kebijakan yang akan diambil pemerintah melalui RAPBN 2019.

Pembentukan perencanaan anggaran pendapatan belanja negara didasari dengan asumsi dasar makro yang disusun dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi saat ini dan ekspektasi ekonomi ke depan. Asumsi dasar makro yang mendasari RAPBN 2019 secara angka menujukkan tingkat realistis yang lebih baik dibanding dengan asumsi dasar makro tahun lalu. Perbaikan asumsi dasar makroekonomi terutama terlihat pada angka pertumbuhan ekonomi, nilai tukar rupiah dan harga minyak mentah.

Pertumbuhan ekonomi dipatok lebih realistis yaitu 5,3% dibanding dengan asumsi tahun lalu 5,4%. Pertumbuhan ekonomi masih ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan perbaikan konsumsi pemerintah terutama karena pilpres yang diharapkan dapat mendorong peningkatan konsumsi pemerintah. Nilai tukar rupiah diasumsikan Rp14.400 per US$.

Risiko depresiasi rupiah terhadap dollar Amerika Serikat sebenarnya masih cukup besar, mengingat bank sentral Amerika masih akan meningkatkan suku bunganya hingga akhir 2018. Hal ini menunjukkan setidaknya optimisme dan komitmen Pemerintah agar nilai tukar tidak akan terlalu jauh meleset dari asumsi seperti 2018.

Terakhir adalah harga minyak mentah yang disumsikan US$ 70 per barel. Hal ini lebih baik dibanding 2018, ketika Pemerintah mengasumsikan harga minyak mentah di angka US$ 48 dollar per barel pada saat harga minyak mentah dunia sudah bergerak naik menembus lebih dari US$ 50 per barel.