Menentukan Indonesia kembali

Penentuan komposisi kabinet terbukti melambat. Ini adalah tanda, mitra koalisi harus setuju dengan penyusunan kabinet.

Dedi Kurnia Syah P Indonesia Political Opinion (IPO)./Alinea

Kegembiraan prosesi regenerasi kepemimpinan nasional kembali memuncak. Pengambilan sumpah setia kepada bangsa dan negara diucap untuk kedua kalinya oleh Joko Widodo, Presiden Republik Indonesia berdamping Ma’ruf Amin, meneruskan upaya pembangunan yang sudah dilakukan bersama Jusuf Kalla.

Tentu, membangun sebuah negara kaya ragam sebagaimana Indonesia, bukanlah perkara mudah. Untuk itu, Presiden selain dituntut cakap merencanakan, juga harus cakap melaksanakan perencanaan. Beban berat Presiden Joko Widodo, adalah dilantik saat kondisi kebangsaan sedang memuai, keeratan antar bangsa mengendur, konflik sosial menguat, dan tentu tingkat kepercayaan publik turut serta menurun. 

Setidaknya, hasil lansiran data Indonesia Political Opinion (IPO) medio Juli hingga September terdapat 56.9 persen publik dari kalangan terdidik pesimis dengan pembangunan periode kedua Jokowi. IPO mengambil responden dengan pendidikan minimum strata II, terdiri dari 900 akademisi dan profesi peneliti sosial.

Kenyataan itu, setidaknya menjadi cerminan Presiden bahwa publik dalam kondisi perlu diyakinkan kembali, tentang membangun Indonesia di masa depan. Terlebih, akhir periode pertama Jokowi diramaikan dengan kekisruhan yang cukup mengkhawatirkan, menguatnya isu separatisme Papua Barat merdeka, sentimen antar kelompok beragama, hingga isu manipulasi opini melalui pemanfaatan buzzer politik.

Tantangan Jokowi