OJK dalam pusaran Jiwasraya

OJK terkesan melupakan fungsi perlindungan konsumen dengan tidak melakukan kebijakan afirmatif terhadap hak-hak konsumen.

Irvan Rahardjo

Untuk kesekian kalinya bisnis perasuransian di Indonesia mengalami kasus gagal bayar polis jatuh tempo nasabah. Jumlahnya dalam triliunan sehingga meresahkan masyarakat dan menggerus kepercayaan masyarakat di tengah upaya memperluas inklusi keuangan.

Bermula dari direksi baru Jiwasraya terpilih dalam RUPS 18 Mei 2018 dengan Dirut Asmawi Syam. Bankir eks BRI itu mencium sejumlah ketidak beresan pada laporan keuangan Jiwasraya. Berdasarkan laporan keuangan unaudited nonkonsolidasi 2017, Jiwasraya mencatat laba bersih senilai Rp2,4 triliun.

Tak percaya dengan itu, manajemen kemudian meminta mitra lokal Price Waterhouse Coopers (PWC) melakukan audit. Hasilnya laba bersih direvisi sangat signifikan. Laba bersih Jiwasraya berdasarkan laporan audit mitra PWC berubah menjadi Rp360 miliar. Sebuah sumber menyebutkan hasil audit PWC menemukan ketidaksesuaian perhitungan cadangan yang dibuat oleh aktuaris internal hingga senilai Rp7,6 triliun.

Kegaduhan pun terdengar nyaring di tengah perhelatan akbar IMF World Bank Annual Meeting di Bali pada 8–14 Oktober 2018. Acara tersebut dihadiri 34 ribu peserta dari seluruh dunia dan ditaburi puja puji akan prestasi ekonomi Indonesia.

Bertepatan dengan acara itu, Jiwasraya (Persero) melayangkan surat bertanggal 10 Oktober 2018 ke sejumlah mitra bancassurance dan menyatakan keterlambatan pembayaran polis asuransi JS Proteksi Plan yang jatuh tempo. Problem kesulitan likuiditas menjadi alasan keterlambatan pembayaran yang disampaikan perusahaan asuransi pelat merah tersebut. Nilainya mencapai Rp802 miliar.