Resonansi resesi

Kurun empat tahun terakhir, perekonomian kita susah move on dari 5% pertumbuhan.

Jojo

Kondisi ekonomi global dua tahun terakhir mengalami perlambatan.Tercermin dari laju investasi dan perdagangan tak kunjung membaik di tengah panasnya suhu perang dagang Amerika Serikat (AS)– China. Lain pihak, The Fed mengambil kebijakan moneter lebih longgar, guna mendongkrak laju pertumbuhan.  

Masa muram tersebut ditandai penurunan pertumbuhan ekonomi selama dua triwulan secara berturut-turut. Bila tidak diantisipasi, hal tersebut bisa mendorong kondisi ekonomi pada jurang resesi. Ia merupakan momok menakutkan para pengambil kebijakan. Dampak resesi menyebabkan turunnya pendapatan negara, akibatnya sejumlah rencana pembangunan bisa terhambat. Secara umum, gejala awal resesi tercermin dari lima indikator ekonomi, yakni produk domestik bruto (PDB) riil, pekerjaan, data pendapatan, penjualan ritel dan manufaktur.

Tanda-tanda ancaman resesi tersebut nyata didepan mata. Geliat industri dan perdagangan global menunjukan gejala perlambatan. Hal tersebut bisa memicu perekonomian global mengalami perlambatan pada semester II–2019. Data Institute for Supply Management AS menyebut Indeks Manajer Pembelian (PMI), pada September silam melemah dari bulan sebelumnya 49,1 ke 47,8. PMI merupakan kinerja industri manufaktur. Indeks ini yang terendah sejak Juni 2009.  

Sebelumnya, lembaga internasional memproyeksi perlambatan akan menggerus ekonomi global. IMF dalam World Economic Forum 2019, kembali merevisi pertumbuhan ekonomi global 2019-2020 menjadi 3,2% dan 3,5%.  Angka ini lebih rendah 0,1% dibanding proyeksi sebelumnya. Bahkan laporan teranyar badan PBB untuk pengembangan perdagangan dan pembangunan (UNCTAD) memproyeksikan pertumbuhan global akan turun pada 2019 menjadi 2,3% dari sebelumnya 3% (2018).

Lebih lanjut UNCTAD mengingatkan, resesi global bisa saja terjadi pada 2020. Badan internasional tersebut melihat gejala resesi muncul akibat naiknya suhu perdagangan AS-China, pergerakan mata uang dunia, utang korporasi, gonjang-ganjing Brexit, dan kurva yield terbalik obligasi AS . Hal tersebut merupakan alarm bagi para pemangku kebijakan guna antisipasi atas gejolak tersebut.