Indonesia selalu mengimpor beras dalam jutaan ton setiap tahun dari beberapa negara Asia Tenggara seperti Vietnam dan Thailand.
Setiap calon presiden dalam agenda kampanyenya selalu saja bicara swasembada atau kemandirian pangan. Agenda kampanye ini hanya tinggal agenda dan terbukti nyaris tidak ada presiden terpilih yang bersungguh-sungguh mewujudkan janji kampanyenya. Kemandirian pangan diartikan sebagai kemampuan negara untuk menyediakan pangan sendiri untuk masyarakatnya tanpa tergantung pada impor pangan dari negara lain. Faktanya negeri ini selalu mengimpor beras dalam jutaan ton setiap tahun dari beberapa negara Asia Tenggara seperti Vietnam dan Thailand.
Kemandirian pangan pernah tercapai pada saat pemerintahan Presiden Soeharto tahun 1984 dengan berlimpahnya pasokan pangan terutama beras melalui program swasembada beras dengan pendekatan intensifikasi lahan pertanian. FAO juga telah memberikan penghargaan kepada Presiden Soeharto yang berhasil mencapai swasembada pangan dalam negerinya (food suffiency)(Suryakusuma, 2024).
Pada awalnya, Pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla telah merancang sembilan agenda prioritas jika terpilih sebagai presiden dan wakil presiden yang dikenal sebagai Nawa Cita. Program ini digagas untuk menunjukkan prioritas jalan perubahan menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, serta mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan. Salah satu dari 9 program tersebut adalah meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan program "Indonesia Kerja" dan "Indonesia Sejahtera" dengan mendorong land reform dan program kepemilikan tanah seluas 9 hektare atau ha (Kompas.com, 2014). Namun dalam pelaksanaannya ditemukan telah terjadi deforestasi sebesar 4,37 juta ha sepanjang dua periode pemerintahan Jokowi. Deforestasi itu merupakan dampak dari berbagai proyek strategis nasional (PSN) seperti infrastruktur, lumbung pangan nasional dan pengembagan wilayah industri ekstraktif (Tempo, 2024).
Lumbung pangan nasional (food estate) yang telah dibangun oleh Presiden Jokowi merupakan upaya pemerintah dalam mengantisipasi krisis pangan. Ditegaskan bahwa Indonesia harus berhati-hati karena semua kawasan, semua negara sekarang ini menghadapi krisis pangan. Sebagai contoh komoditas gandum (wheat) menjadi problem di semua negara, yang konsumsi utamanya gandum, selain masalah pasokannya dan juga harganya meningkat drastis. Pembangunan food estate ini merupakan kolaborasi sejumlah kementerian, mulai dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) membangun sistem irigasi, Kementerian Pertanian menyiapkan lahan, hingga Kementerian Pertahanan menyediakan cadangan strategis (Humas Setkab, 2023).
Pada kenyataannya presiden terpilih, Prabowo Subianto, terus melanjutkan proyek food estate Presiden Jokowi di Merauke, Papua. Proyek terbaru ini mencakup penyediaan lahan hutan seluas 2,29 juta ha dan menjadi bagian dari program besar ketahanan pangan yang dimulai sejak awal 2020 di Merauke, Papua. Proyek lumbung pangan yang dipimpin oleh kedua tokoh itu disebutkan sebagai dua proyek yang berbeda. Prabowo sedang menggalang program cetak sawah untuk padi (1,11 juta ha), sementara itu Presiden Jokowi mengembangkan perkebunan tebu terpadu (1,18 juta ha) (Ananta, 2024).