Kekerasan masih jadi momok bagi jurnalis

Pertumbuhan pers di Indonesia dalam satu dasawarsa meningkat tajam. Namun tak diikuti dengan penurunan tindak kekerasan terhadap jurnalis.

Ilustrasi kerja jurnalis mengumpulkan fakta/ Pixabay.com

Peringatan Hari Pers Nasional yang jatuh hari ini, Jumat (9/2) masih menyisakan sejumlah catatan. Salah satunya adalah masih rendahnya Indeks Kebebasan Pers.

Menurut data organisasi internasional Reporters Sans Frontiers (RSF), Indonesia berada di peringkat 124 dari total 180 negara responden. Kendati posisinya naik enam peringkat dibandingkan tahun sebelumnya, angka ini dinilai belum melegakan. Sebab, posisi Indonesia masih jauh di bawah negara Asia lain, seperti Hongkong, Jepang, bahkan Timor Leste.

Tingginya angka kekerasan terhadap jurnalis ditengarai menjadi faktor yang menghambat terwujudnya kebebasan pers. 

 

Abdul Manan, dalam keterangan persnya tahun lalu menerangkan, kasus kekerasan terhadap jurnalis didominasi kekerasan fisik. “Sebanyak 60 kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia yang terjadi selama 2017, sekitar 30 diantaranya merupakan kekerasan fisik. Kemudian, 13 kasus berupa pengusiran atau pelarangan liputan,” ujarnya, dilansir dari Antara.

Pelakunya beragam, namun didominasi polisi dan warga sipil. AJI membukukan, sekitar 17 tindak kekerasan jurnalis dilakukan oleh warga sipil selama 2017. Lalu 15 kasus didalangi polisi, dan sisanya tujuh kasus dilakukan oleh pejabat pemerintahan.