Kisruh TVRI dan usaha lepas dari paradigma usang

Banyak masalah terjadi di TVRI. Hal itu berlangsung lama.

Kisruh di TVRI juga pernah terjadi pada 2013. Alinea.id/Dwi Setiawan.

Dewan Pengawas (Dewas) Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Televisi Republik Indonesia (TVRI) menerbitkan surat keputusan menonaktifkan Helmy Yahya sebagai Direktur Utama TVRI. Terhitung 4 Desember 2019, Dewas LPP TVRI menunjuk Supriyono sebagai pelaksana tugas harian.

Atas keputusan itu, Helmy menolak. Ia menganggap, penonaktifannya cacat hukum dan tak berdasar karena tidak memenuhi syarat yang tercantum di dalam Pasal 24 ayat 4 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 13 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia.

Di dalam PP itu disebutkan, direksi TVRI bisa diberhentikan sebelum masa jabatannya habis, jika tidak melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan, terlibat dalam tindakan merugikan lembaga, dipidana berdasarkan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, dan tidak lagi memenuhi persyaratan.

Akan tetapi, ketika Alinea.id mencoba mengonfirmasi masalah ini, Helmy enggan memberikan jawaban.

Sebelumnya, penonaktifan juga pernah menimpa eks Dirut TVRI Farhat Syukri. Kompas edisi 1 Oktober 2013 melaporkan, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sempat menyampaikan teguran kepada Farhat setelah siaran tunda konvensi Partai Demokrat selama 2,5 jam pada September 2013.