Maria Ressa: Ketika warga dimanipulasi di media sosial, mereka tidak mempercayai segalanya

Ress berbicara tentang pertarungannya menghadapi pemerintah Filipina dan perusahaan media sosial 'Big Tech'.

ilustrasi. foto Pixabay

Jurnalis Maria Ressa dari Filipina adalah salah satu dari dua jurnalis yang dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian untuk tahun 2021, bersama dengan Editor Rusia Dmitry Muratov. Dalam sebuah wawancara dengan The Hindu -- media India, Ressa, yang merupakan penulis buku yang segera terbit 'How to Stand Up to a Dictator' berbicara tentang pertarungannya menghadapi pemerintah Filipina dan perusahaan media sosial 'Big Tech'.

The Hindu: Baru sekarang sejak tahun 1935 Hadiah Nobel Perdamaian diberikan kepada seorang jurnalis, (Carl Von Ossietzky) yang menulis tentang rezim Nazi dalam rencana militerisasi kembali Jerman. Jadi menurut Anda apa pesan yang disampaikan Komite Nobel Perdamaian pada tahun 2021?

Maria Ressa: Itu adalah momen serupa, Anda tahu, bahwa itu adalah momen eksistensial, di mana, apa yang terjadi setelah 1935, Anda mengalami Perang Dunia Kedua. Dan saya selalu menggunakan analogi itu, karena saya selalu mengatakan bahwa ekosistem informasi kita seperti bom atom yang meledak. Dan kita perlu bersatu secara global dan mencari solusi, seperti yang dilakukan dunia setelah Perang Dunia Kedua, mereka menciptakan PBB, Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, benar-benar mengukuhkan nilai-nilai ini, jadi saya harus mengatakan, saya terus menanyakan “nilai-nilai teknologi”, selain menghasilkan uang, dan (bagi perusahaan teknologi) supaya mengambil peran sebagai penjaga gerbang ke ranah publik dengan serius. 

Saya juga akan mengatakan: hadiah ini untuk semua jurnalis. Saya merasa sepertinya saya adalah pengganti bagi setiap jurnalis di seluruh dunia yang merasa sangat sulit untuk melakukan pekerjaan mereka. Dan saya terus berharap bahwa kehancuran kreatif ini akan membawa kita ke tempat yang lebih baik dari tempat kita berada sekarang.

The Hindu: Baik Filipina dan India berada dalam daftar 10 negara teratas di mana jurnalis telah dibunuh atau menjadi sasaran. Bagi jurnalis, ancaman yang berkembang datang dari rezim yang dipilih secara demokratis, populis, dan semakin otoriter di seluruh dunia. Menurut Anda apa yang menyebabkan munculnya populisme?