Suara USU dan kebebasan berekspresi pers mahasiswa

Pengurus Suara USU dipecat. Cerpen “Ketika Semua Menolak Kehadiran Diriku di Dekatnya” yang dimuat dinilai mengampanyekan LGBT.

Pengurus media kampus Suara USU dibubarkan karena dituding memuat cerpen yang berunsur pornografi dan kampanye LGBT. /instagram.com/momo52554.

Gara-gara sebuah cerita pendek, 18 orang pengurus unit kegiatan pers mahasiswa Universitas Sumatera Utara, Suara USU, dipecat melalui surat keputusan resmi Rektor USU Runtung Sitepu pada 25 Maret 2019. Struktur keredaksian lembaga pers mahasiswa itupun diganti.

Pemecatan ini berawal ketika Suara USU memuat cerpen “Ketika Semua Menolak Kehadiran Diriku di Dekatnya” karya Pemimpin Umum Suara USU Yael Stefany Sinaga pada 12 Maret 2019.

Pada 18 Maret 2019, cerpen ini diunggah di media sosial. Lantas, menjadi viral. Pihak kampus menuding, cerpen itu berisi pornografi dan mengkampanyekan lesbian, gay, biseksual, transgender (LGBT).

Situs Suara USU sempat tak bisa dibuka pada 20 hingga 23 Maret 2019. Selain mempermasalahkan cerpen “Ketika Semua Menolak Kehadiran Diriku di Dekatnya”, pihak kampus juga menyinggung cerpen lainnya, yakni “Saat Dia Tersesat dan Mencari Jalan Pulang” yang juga karya Yael, serta “Nyai” dan “Cinta Kita Benar(kan)” karya Suratman. Semuanya dianggap memuat unsur pornografi dan kampanye LGBT.

Suara USU berdiri sejak 1 Juli 1995. Pers mahasiswa ini dibentuk sebagai wadah bagi mahasiswa yang punya ketertarikan dan bakat di bidang jurnalistik serta manajemen pers.