Transgender, identitas yang terbuang dari masyarakat

Transgender di mata media-media Indonesia masih pada posisi termarginalisasi. Bahkan cenderung dianggap sebagai penyakit atau deviant.

Ilustrasi Gender / Shutterstock

Publik pekan ini disuguhi dengan berita transgender. Pemicunya adalah aktris pendatang baru Lucinta Luna yang disebut-sebut seorang transgender dari kodratnya sebagai laki-laki, kemudian memilih mengubah dirinya menjadi perempuan. 

Lucinta dengan cepat menjadi buah bibir sejumlah media massa dan media sosial. Kebanyakan media-media tersebut berupaya mengkonfirmasi identitas gendernya. Lucinta pun sampai hari ini masih tegak mengklaim dirinya seorang perempuan tulen. Meskipun sejumlah bukti identitas dan kesaksian dari beberapa teman dekatnya menyakini bahwa Lucinta Luna adalah seorang transgender

Hanya Lucinta, keluarga dan Tuhan lah mungkin yang tahu kebenarannya. Tulisan ini bukan bermaksud untuk menuntut pengakuan dari Lucinta Luna terkait persoalan gender. Pilihannya menjadi perempuan atau memang seorang perempuan tulen adalah urusan pribadinya. 

Hanya saja ribut-ribut soal transgender berseliweran di media mass dan media sosial saat ini. Yang menarik untuk digali adalah bagaimana media sosial dan media media massa membingkai berita terkait transgender.

Riset Alinea sejak Januari, Februari hingga Maret terjadi kenaikan yang signifikan terkait pemberitaan di media online soal transgander. Per Januari berita soal transgender hanya sebanyak 43 per minggunya, lalu Februari sebanyak 37 berita per minggu. Terakhir pada Maret sebanyak 301 berita  per minggu.