Nasional

Adaptasi kebiasaan baru terganjal pola pikir masyarakat

Masyarakat terjebak pada perasaan tak akan tertular Covid-19.

Selasa, 04 Agustus 2020 13:59

Proses adaptasi kebiasaan baru merujuk pada protokol kesehatan Covid-19 dinilai bakal terganjal pola pikir dan perilaku masyarakat Indonesia. Pasalnya, mereka telanjur terjebak perasaan tidak akan tertular Covid-19.

“Orang Indonesia tidak mudah takut dengan risiko tantangan kesehatan. Berpikir ‘itu buat orang lain, buat saya enggak’. Apalagi, kalau beriman pasti dilindungi Tuhan Yang Maha Esa,” ujar tim pakar sosial-budaya Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Meutia Hatta, dalam keterangan pers di Graha BNPB, Jakarta, Selasa (4/8).

Pola pikir demikian, jelas Meutia, juga mengabaikan prinsip saling tolong-menolong antarmanusia. Padahal, sambung dia, jika mengedepankan prinsip menolong orang lain agar tidak tertular Covid-19, maka bukan hanya menolong diri sendiri, tetapi juga merka yang beriman kepada Tuhan.

Menurut Meutia, fenomena berkerumun terjadi karena nilai budaya dianggap lebih penting daripada menghindar dari penularan Covid-19. Misalnya, nilai budaya terkait kebiasaan mempertahankan hubungan keluarga. Lalu, dikukuhkan pula dengan cara-cara untuk memperkuat hubungan keluarga agar bisa turun-temurun.

Dia menambahkan, adaptasi kebiasaan baru membutuhkan waktu lama agar bisa menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat. Adaptasi kebiasaan baru juga dipengaruhi pertimbangan tertentu. Misalnya, menilik sisi kebaikan, keuntungan, atau manfaatnya.

Manda Firmansyah Reporter
Fathor Rasi Editor

Tag Terkait

Berita Terkait