Agenda pelemahan KPK: Dari 'cicak vs buaya' hingga TWK

YLBHI endus rencana pelemahan KPK mulai disusun sejak 2019.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana (kedua kanan), Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati (kedua kiri), Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari (kanan), dan Kepala Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Nelson Nikodemus Simamora (kiri) memberikan keterangan pers menyoroti kinerja Pansel Capim KPK di gedung LBH Jakarta, Menteng, Jakarta, Minggu (28/7). /Antara Foto.

Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menyampaikan, rencana pelemahan KPK telah didengar secara informal oleh para pegiat hak asasi manusia (HAM) dan demokrasi sejak 2019.

"Disinyalir akan ada langkah penyingkiran terhadap pada pegawai kritis KPK dengan pelaksanaan test tertentu disertai stigma Taliban, dan lain-lain. Itu artinya, sejak 2019 rencana pelemahan KPK sudah mulai disusun," ucap Asfinawati dalam diskusi LP3ES bertajuk "Integritas, Pelemahan KPK Dan Negara Hukum Indonesia", Selasa (1/6/2021).

Ia melanjutkan, proses pelemahan terhadap KPK sebagai ujung tombak perang terhadap pemberantasan korupsi merupakan bagian tak terpisahkan dari agenda pelemahan KPK sejak era 'cicak vs buaya' (cicak vs buaya ke-4).

"Proses yang berurutan terjadi sejak peristiwa Hak Angket terhadap KPK oleh DPR, Pansel KPK yang dimasalahkan publik dan pegawai KPK sendiri karena bermasalah ihwal rekam jejak Firli Bahuri, dan adanya 56 anggota komisi 3 DPR RI yang setuju dengan Firli Bahuri," ungkapnya.

Lebih jauh ia menerangkan, revisi UU KPK pada 2019 adalah langkah pelemahan yang lebih jauh yang kini bermuara pada pelaksaan tes wawasan kebangsaan (TWK) yang tak tercantum dalam revisi UU KPK dan Perppu No 41/2020.