Saksi ahli I Nyoman persoalkan OTT KPK: Tak punya landasan hukum

Menurut ahli hukum pidana STIH IBLAM, OTT KPK tidak diatur dalam KUHAP.

Hakim tunggal Krisnugroho (tengah) saat memimpin sidang praperadilan tersangka kasus dugaan suap impor bawang putih I Nyoman Dhamantra di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Rabu (6/11)./ Antara Foto

Ahli hukum pidana dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Institute of Business Law and Legal Management (STIH IBLAM), Abdul Chair Ramadhan, menyatakan operasi tangkap tangan yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi tak memiliki landasan hukum. Menurutnya, tindakan itu merupakan perkembangan lembaga penegak hukum yang tidak diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

"OTT tidak dikenal dan memang tidak diatur dalam KUHAP. Secara prosedural, baik dari sistem pembentukan KUHAP maupun maksud yang terkandung dalam pembentukan UU secara teologis, tidak ditafsirkan lain dan berlainan, bahwa OTT adalah hal lain dengan definisi, batasan, pengertian, dengan tertangkap tangan," kata Abdul saat menjadi saksi ahli untuk pihak I Nyoman Dhamantra di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (7/11).

Dia mengaku tidak menemukan definisi atau kajian tentang strategi lembaga penegak hukum, untuk menangkap seseorang yang diduga telah melakukan tindak pidana melalui prosedur OTT.

"Karena sampai sekarang, ahli belum menemukan dalil argumentatif maupun pendekatan penafsiran, baik secara teologis, teoretika terhadap pembenaran OTT. Itu menyimpang dari ketentuan pasal 1 angka 19 KUHAP," kata Abdul.

Menanggapi pernyataan tersebut, anggota Biro Hukum KPK Togi Robson Sirait, menanyakan detail pemahaman Abdul mengenai tak adanya aturan OTT dalam KUHAP. Namun dia berdalih dengan mengatakan aturan tersebut tidak perlu dibuktikan.