Ahli: ZA pembunuh begal harusnya bebas, polisi dan pemerintah yang dihukum

"Artinya lepas dari tuntutan pidana. Jadi tidak ada pidana apapun dan tidak ada hukuman atau pembinaan."

Sejumlah tersangka begal dikawal anggota kepolisian saat rilis pengungkapan sejumlah kasus yang menjadi atensi di Mapolres Dumai di Dumai, Riau, Sabtu (18/1/2020). Foto Antara/Aswaddy Hamid

Ahli hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Prof Mudzakir menilai putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kepanjen, Malang, ihwal vonis siswa ZA pembunuh begal bermasalah. Bagi Mudzakir, siswa kelas XII SMA itu seharusnya dibebaskan tanpa pidana apapun.

Hal ini lantaran menurut dia, pembunuhan yang dilakukan ZA merupakan upaya pembelaan. Saat itu, begal Misnan, 35 tahun, berupaya melakukan perkosaan terhadap teman ZA.

"Saat membela kehormatan di bidang seksual pacar dan harga dirinya. Terdakwa emosi tak terkendali dan secara alat untuk mencegah pemerkosaan dan akibatnya begal terkapar dan akhirnya mati. Namanya pembelaan terpaksa yang melampaui batas atau noodweer excess," kata Mudzakir saat dihubungi reporter Alinea.id, Jumat (24/1).

Dalam vonis pada Kamis 23 Januari 2020, Ketua Majelis Hakim Nuny Defiary memvonis ZA dengan hukuman satu tahun pembinaan di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) Darul Aitam, Wajak, Kabupaten Malang. 

Menurut Mudzakir, putusan hakim menyalahi Pasal 49 Ayat (2) KUHP. Dia mengatakan, aturan tersebut mengamanatkan agar pelaku tindak pidana karena alasan membela diri tidak dapat dipidana.