Komnas HAM: Aksi 21-22 tolak hasil Pilpres 2019 puncak politik kekerasan

Komnas HAM mencatat, setidaknya terdapat 10 orang meninggal dunia dalam aksi unjuk rasa itu.

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik memberikan sambutan saat acara seruan kebangsaan untuk Pemilu Damai 2019 di Jakarta, Jumat (12/4/2019). Foto Antara/dokumentasi

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menerima 4.778 aduan diduga pelanggaran HAM pada 2019. Pasca reformasi 1998, Indonesia masih terancam bahaya politik kekerasan. 

Politik kekerasan dapat tampil dalam rupa tindakan menghalalkan segala cara. Hal tersebut, tercermin dari laporan dugaan pelanggaran HAM di bidang agraria hingga perburuhan.

Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik menilai, puncak politik kekerasan justru masih terkait erat dengan serangkaian panjang catatan pesta demokrasi. "Puncaknya, terjadi kekerasan pada 21 dan 22 Mei 2019. Tepatnya, pada peristiwa pergantian presiden dan wakil presiden," kata Taufan Damanik dalam keterangan pers virtual, Senin (10/5).

Aksi unjuk rasa menolak hasil penghitungan suara dalam Pilpres 2019, menurut dia, menciptakan berbagai kerusuhan. Taufan memperingatkan, elite politik dan pengambil kebijakan negara agar tidak membiarkan peristiwa tersebut terulang kembali.

Komnas HAM mencatat, setidaknya terdapat 10 orang meninggal dalam aksi unjuk rasa itu. Ironisnya, sembilan korban meninggal disebabkan peluru tajam.