Diskriminasi bonus atlet: "Juara dunia, tetapi diapresiasi seperti juara RT..."

Pemerintah dinilai cenderung hanya 'menghargai' atlet-atlet berprestasi di cabang olahraga yang populer.

Ilustrasi atlet penyandang disabilitas. Alinea.id/Aisya Kurnia

Asa Muhammad Ihsan, 19 tahun, untuk mewujudkan mimpinya membeli sebuah truk sempat membuncah saat menjuarai Special Olympics World Summer Games (SOWSG) ke-15 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab pada 2019 silam. Ihsan sempat yakin duit hadiah dan bonus yang ia peroleh bisa digunakan untuk membeli truk idamannya. 

Di ajang itu, Ihsan mengantongi dua medali emas. Satu medali dari cabang olahraga lari 100 meter dan lainnya dari tanding lompat jauh. Sayangnya, setiap medali emas SOWSG hanya "dihargai" Rp50 juta oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). 

“(Hadiah tambahan dari Kemenpora) dapat uang aja Rp100 juta. Enggak cukup sih (untuk membeli mobil truk). Kurang. Ha-ha-ha. Tetapi bersyukurlah masih dapat (bonus). Lumayan,” kata Ihsan saat berbincang dengan Alinea.id melalui sambungan telepon, Senin (3/1).

Harga truk yang diincar Ihsan sekitar Rp300 juta. Kendaraan itu diniatkan Ihsan bakal digunakan sebagai pengangkut pupuk. Keluarga Ihsan di Tanah Laut, Kalimantan Selatan, memang sudah bertahun-tahun berbisnis pupuk. 

Pemerintah daerah tergolong lebih murah hati mengapresiasi perjuangan keras Ihsan mengalahkan para pesaing dari 169 negara di ajang SOWSG 2019. Dari Bupati Tanah Laut, Ihsan mendapatkan sebuah rumah untuk ditempati.