Kebijakan "miskin" sains: Bisakah promotor GeNose dan ivermectin dihukum? 

Pemerintah dinilai mengulang lagu lama kebijakan tak berbasis sains saat meng-endorse ivermectin sebagai obat Covid-19.

Ilustrasi promosi penggunaan GeNose dan ivermectin. Alinea.id/Oky Diaz

Menteri Koordinator Maritim dan Investasi (Menkomarves) Luhut Binsar Pandjaitan "nongol" di Stasiun Senen, Jakarta Pusat, Sabtu (23/1) siang itu. Didampingi Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Luhut sengaja hadir untuk meresmikan penggunaan Gadjah Mada Electronic Nose C-19 atau yang biasa diringkas GeNose. 

Dengan bangga, Luhut mengisahkan GeNose sudah punya izin penggunaan darurat dan di-endorse oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Selain biaya tesnya lebih murah, alat buatan peneliti Universitas Gadjah Mada itu dia klaim akurat hingga di atas 90%.

"Kita harus bangga buatan Indonesia. Sekali lagi, akurasinya ini di atas 90% dan akan makin akurat sejalan dengan jumlah banyak orang yang dites. Ini karena mesinnya akan semakin pintar," ujar menteri serba bisa itu usai meresmikan uji coba GeNose.

Kemenhub bergerak cepat untuk merespons anjuran Luhut. Dua hari setelah konferensi pers di Stasiun Senen, Kemenhub menerbitkan Surat Edaran (SE) No.11 Tahun 2021 yang isinya membolehkan hasil tes GeNose sebagai syarat perjalanan dengan kereta api. 

Berbasis SE itu, Kemenhub menggelar uji coba GeNose di sejumlah stasiun di Yogyakarta dan Jakarta pada 5 Februari 2021. Setelah dua kota itu, kota-kota lainnya mengikuti. Hingga kini, fasilitas deteksi virus berbasis embusan nafas itu sudah ada di 65 stasiun kereta.