BMKG: Inflasi dan perubahan iklim tantangan serius Indonesia

El Nino dan IOD+ yang terjadi di Indonesia pada periode ini, jelas Dwikorita, tergolong kategori moderat dan lemah.

Ilustrasi. Alinea

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menegaskan inflasi bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya perubahan iklim yang berfokus pada dampak El Nino dan IOD+ (Indian Ocean Dipole). 

Fenomena El Nino dan IOD+ ini, kata mantan Rektor UGM Yogyakarta itu, memiliki pengaruh besar terhadap inflasi di berbagai negara, termasuk Indonesia. Ini karena El Nino dan IOD+ memengaruhi pasokan bahan pangan yang kemudian membuat inflasi meningkat. 

Dwikorita menjelaskan, fenomena El Nino dan IOD+ membawa dampak buruk bagi banyak negara, termasuk kegagalan panen, ketersediaan air bersih yang terbatas, dan meningkatnya risiko kebakaran hutan akibat pemanasan global. 

"Data menunjukkan bahwa fenomena El Nino dan IOD+ terjadi selama Agustus hingga September 2023," kata Dwikorita saat penyerahan Insentif Fiskal Kinerja Tahun Berjalan untuk Kinerja Pengendalian Inflasi Daerah di Kementerian Dalam Negeri, Senin (31/7). 

Kemunculan El Nino dan IOD+, jelas Dwikorita, kini lebih sering terjadi, yaitu setiap 2-3 tahun sekali. Frekuensi berulang lebih cepat dibandingkan tahun 1980-an yang terjadi setiap 7 tahun sekali. Ini rentan terjadi kekeringan dan pemanasan global.