Kisah "perang" relawan Covid-19 di garis depan 

Pertempuran pertama ialah mendapat restu dari keluarga.

Relawan diterjunkan untuk membantu penganganan pandemi Covid-19. Alinea.id/Dwi Setiawan

Pada mulanya, keputusan Malik Ibrahim untuk terjun menjadi relawan kemanusiaan tak pernah dipersoalkan orangtua dan keluarga besar. Dalam bayangan mereka, Malik hanya bakal bersentuhan dengan pasien biasa yang penyakitnya tak menular. 

Mereka tidak tahu Malik ternyata ditugaskan sebagai sopir ambulans di Puskesmas Panunggangan, Kota Tangerang, Banten. Sejak awal Maret, Malik bolak-balik mengangkut warga Tangerang yang kemungkinan mengidap Covid-19. Pergi pagi, pulang malam.  

Entah bagaimana caranya, keluarga akhirnya mengetahui detail tugas Malik di puskesmas itu. Konflik pun sempat pecah di rumah keluarga Malik. Keluarga menuntut Malik berhenti jadi relawan.

"Ini sebenarnya cobaan terberat bagi saya. Keluarga itu bilang, 'Udahlah setop, resign karena ini udah benar-benar berisiko.' Yang sakit aja enggak ketahuan. Ada orang tanpa gejala (OTG)," ujar Malik saat berbincang dengan Alinea.id, Sabtu (11/4).

Keberatan keluarga Malik beralasan. Malik memang bukan mahasiswa kedokteran. Di Fakultas Ekonomi Manajemen Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT), pemuda berusia 23 tahun itu tercatat sebagai mahasiswa semester enam.