Dua sisi sengsara warga di Kampung Bayam 

Sebagian warga Kampung Bayam tinggal di antara puing-puing bekas bangunan rumah mereka sembari berharap ganti rugi.

Dua anak melintas di antara puing-puing bangunan rumah warga yang dirobohkan Satpol PP di Kampung Bayam, Papanggo, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (24/8). Alinea.id/Kudus Purnomo Wahidin

Kardiman terlihat gelisah. Di antara puing-puing bekas kafenya di Kampung Bayam, Papanggo, Tanjung Priok, Jakarta Utara, pria berusia 54 tahun itu mondar-mandir. Sesekali, dia menunduk untuk memungut sesuatu di tanah. 

Beberapa jam sebelumnya, kafe Kardiman dirobohkan paksa oleh rombongan personel Satpol-PP DKI Jakarta. Tak punya duit untuk pindah, Kardiman memilih bertahan di bekas kafenya. Perabotan miliknya menggunung di pinggir rel kereta tak jauh dari Kampung Bayam. 

"Buat pindah rumah kan butuh duit. Saya mau pinjam ke siapa? Yang lain juga lagi pada susah," kata Kardiman saat berbincang dengan Alinea.id di depan bekas kafenya di Kampung Bayam, Selasa (24/8) siang. 

Kafe milik Kardiman merupakan satu dari sekian banyak bangunan liar di Kampung Bayam yang dirobohkan Satpol PP karena berada di area pembangunan Jakarta International Stadium. Proyek itu digarap PT. Jakarta Propertindo (Jakpro). 

Kardiman mengklaim Jakpro sempat menjanjikan duit ganti rugi untuk semua bangunan yang digusur. Namun, hingga sekarang ia tak pernah menerima duit ganti rugi itu.  "Janjinya dia mau ngasih Rp32 juta untuk kafe," ungkap pria yang telah tinggal di Kampung Bayam sejak 2005 itu.