Eijkman kembangkan metode ukur kadar antibodi plasma darah lebih murah

Kemenristek bakal mendorong WHO untuk mengakui terapi plasma konvalesen sebagai pengobatan pasien Covid-19.

Menteri Riset dan Teknologi, Bambang Brodjonegoro, dalam telekonferensi tentang plasma konvalesen dalam penanganan Covid-19, DKI Jakarta, Kamis (11/2/2021). Alinea.id/Manda Firmansyah/tangkapan layar YouTube Kemenristek/BRIN

Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman tengah mengembangkan metode mengukur kadar antibodi plasma konvalesen dengan mengevaluasi reagen-reagen yang beredar di pasaran. Harapannya, plasma dari penyintas lebih cepat diputuskan dapat diberikan kepada pasien Covid-19 terkait atau tidak.

Eijkman sudah mengukur antibodi plasma menggunakan plaque reduction neutralization test (PRNT) yang menjadi standar emas (gold standard). Namun, pemakaiannya secara kontinu akan menelan biaya mahal dengan prosedur rumit karena membutuhkan laboratorium biosafety level (BSL) 3. Padahal, donor plasma konvalesen menjadi salah satu terapi andalan dalam mengobati pasien Covid-19

Menteri Riset dan Teknologi, Bambang Brodjonegoro, menyatakan, terapi ini sudah masuk tahap uji klinis. Kesimpulan sementara menunjukkan, donor plasma konvalesen terbaik berasal dari penyintas kategori sedang hingga berat. Namun, hanya diperuntukkan kepada pasien kategori ringan menuju sedang.

Di sisi lain, ketersediaannya tidak sebanyak kebutuhannya dan tergantung golongan darah. "Sehingga sering terjadi kondisi pasien yang sebenarnya masih bisa sembuh dengan mendapatkan terapi ini, tetapi karena tidak mendapatkan, akhirnya harus meninggal dunia," ujarnya dalam telekonferensi, Kamis (11/2).

Terapi plasma konvalesen diklaim pula dapat mengurangi angka kematian. Karenanya, Bambang akan mendorong Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengakui pengobatan tersebut diakui sebagai terapi yang menjanjikan untuk penanganan Covid-19 dan direkomendasikan kepada dokter di seluruh dunia.