Eks Menko Ekuin: Ada yang lebih besar dari BLBI

Kwik tidak mengerti kenapa itu tidak mendapat perhatian khusus. Sekalipun kasus BLBI terbilang besar, tapi obligasi rekap jauh lebih besar.

Politikus senior PDIP Kwik Kian Gie bersama Sandiaga Uno, saat Pilpres 2019, Selasa (23/4/2019). Alinea.id/Kudus Purnomo Wahidin

Eks Menteri Koordinator bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri (Menko Ekuin), Kwik Kian Gie, mengatakan, ada perbedaan mendasar antara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan Obligasi Rekapitalisasi Perbankan. Dia menjelaskan, BLBI dimaksudkan BI untuk menghentikan rush atau penarikan uang di bank secara massal.

Menurut Kwik, rush terjadi karena International Monetary Fund (IMF) memaksa 16 bank ditutup lantaran dianggap tidak layak lagi. "Tetapi memerintahkannya begitu saja, dan dituruti begitu saja oleh BI sehingga hari berikutnya terjadi rush," ujarnya saat diskusi yang disiarkan Youtube BEM UI, Minggu (11/4).

Kwik mengungkapkan, untuk menghentikan rush yang terjadi saat krisis moneter 1997-1998, pemerintah mengucurkan Rp144 triliun, yang kemudian disebut BLBI. Ketika ditagih dan tidak bisa membayar, bank disita pemerintah.

"Di situ oleh karena bank sudah milik pemerintah, harus disehatkan supaya bisa dijual, IMF lagi yang memerintah," ucapnya.

"Jadi ketika itu, untuk membuat sehat maka bank itu harus diinjeksi dengan surat utang negara khusus yang bernama Obligasi Rekapitalisasi Perbankan, jumlahnya Rp430 triliun dan pembayaran bunganya, seandainya tepat dibayar kembali oleh pemerintah, itu Rp600 triliun dan totalnya Rp1.030 triliun. Ini yang lebih serius," sambung dia.