Duduk perkara gugatan Tutut Soeharto terhadap Menkeu Purbaya
Putri Presiden ke-2 RI Soeharto, Siti Hardiyanti Hastuti Rukmana atau yang akrab disapa Tutut Soeharto melayangkan gugatan ke Menteri Keuangan (Menkeu) Republik Indonesia. Tutut menuntut namanya dikeluarkan dari daftar cekal.
Dilansir dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, gugatan tersebut didaftarkan dengan nomor 308/G/2025/PTUN.JKT, Jumat (12/9) lalu. Artinya, gugatan masuk ke SIPP saat Purbaya Yudhi Sadewa sudah menjabat sebagai Menkeu baru menggantikan Sri Mulyani lantaran reshuffle digelar sepekan sebelum gugatan Tutut teregister.
Namun demikian, yang jadi objek gugatan ialah Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 266/MK/KN/2025 tentang Pencegahan Bepergian ke Luar Wilayah Republik Indonesia terhadap Siti Hardiyanti Hastuti Rukmana dalam Rangka Pengurusan Piutang Negara. Bertanggal 17 Juli 2025, KMK itu dirilis saat Sri Mulyani masih menjabat Menkeu.
Berdasarkan informasi dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), Menteri Keuangan telah menyatakan Tutut sebagai penanggung utang PT Citra Mataram Satriamarga Persada (CMSP) dan PT Citra Bhakti Margatama Persada (CBMP). Kedua perusahaan itu diklaim memiliki utang kepada negara atas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"Atas adanya klaim dari tergugat (Menteri Keuangan) yang menyatakan penggugat (Tutut) memiliki utang kepada negara tersebut, kemudian tergugat (Menteri Keuangan) menerbitkan objek gugatan," tulis Tutut dalam dokumen gugatan yang diunggah di SIPP, Kamis (18/9).
Tutut berpendapat pencekalan bepergian ke luar negeri telah merugikan dan mencederai kepentingan hukumnya. Menurut Tutut, klaim dua perusahaan yang ia kelola punya utang kepada negara tersebut tidak berdasar atas hukum.
Tutut meminta pengadilan membatalkan KMK Nomor 266/MK/KN/2025 serta menghapus atau menghilangkan data dia dari basis data pencekalan bepergian ke luar negeri pada Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan. "Menghukum terggugat (Menteri Keuangan) untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara a quo," tulis dokumen gugatan.
Pemeriksaan awal perkara itu rencananya bakal digelar PTUN Jakarta, Selasa (23/9). "Pemeriksaan persiapan akan dilaksanakan secara tertutup," kata staf humas PTUN Jakarta Febriana Permadi seperti dikutip dari CNN.

Benarkah Tutut berutang kepada negara?
Dugaan adanya utang-piutang antara perusahaan-perusahaan Tutut dan negara diungkap Kemenkeu sejak beberapa tahun lalu. Dalam sebuah media briefing pada Juni 2023, Ketua Satgas BLBI yang juga Dirjen Kekayaan Negara Kemenkeu, Rionald Silaban mengatakan ada tiga perusahaan milik Tutut yang masih berutang kepada negara.
Selain PT Citra Mataram Satriamarga Persada dan PT Citra Bhakti Margatama Persada, PT Marga Nurindo Bhakti (MNB) juga diklaim punya utang kepada negara. Nilai utang Marga Nurindo mencapai Rp470 miliar atau terbesar jika dibandingkan dua perusahaan lainnya.
Menurut Rionald utang tiga perusahaan itu kepada negara mencapai kisaran Rp700 miliar. “Sampai saat ini masih kita tagih. Itu yang kita lakukan. Mengenai detail jumlah utangnya nanti kita share,” jelas Rionald kepada wartawan ketika itu.
Namun demikian, Staf Khusus Menkeu Yustinus Prastowo sempat menyebut
PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP) yang dulu dikelola oleh Tutut Soeharto yang punya piutang senilai Rp800 miliar. Perusahaan itu berbeda dengan tiga perusahaan yang disebut Rionald.
Bagaimana perusahaan Tutut bisa terjerat skandal BLBI?
Pada era Orde Baru dan jelang kejatuhan Soeharto, Tutut tercatat mengendalikan sejumlah perusahaan besar. Pada periode 1987-1999, Tutut menjabat sebagai Komisaris Utama CMNP. Tutut juga punya 26% saham di Bank Yakin Makmur (Bank Yama).
Ketika krisis moneter melanda, Bank Yama termasuk 1 dari 48 bank yang mendapat kucuran dana dari BLBI dan jadi pasien Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), sebuah lembaga pemerintah yang bertugas menyehatkan perbankan dan menyelesaikan aset bermasalah di Indonesia selama krisis perbankan di era akhir Orde Baru.
Persoalannya, Bank Yama mengucurkan dana kepada perusahaan-perusahaan milik Tutut. Tak hanya berutang pada Bank Yama, sejumlah perusahaan swasta yang terafiliasi Tutut juga meminjam dari sejumlah bank yang mendapat kucuran dana BLBI.
"Pada waktu itu diketahui terdapat tiga entitas milik Ibu SHR (bukan CMNP) memiliki utang pada bank-bank yang disehatkan BPPN. Ini yang ditagih hingga kini," jelas Yustinus kepada wartawan.
PT CMNP saat ini dikendalikan keluarga Jusuf Hamka atau Babah Alun.
Sosok keluarga Cendana terakhir yang menduduki posisi direksi CMNP adalah Danty Indriastuty Purnamasari, anak Tutut. Danty sempat menjabat Direktur Utama CMNP hingga 2016.
Kenapa terjadi sengketa antara kubu Tutut dan negara?
Persoalannya kian pelik karena PT CMNP mengklaim negara punya utang Rp179 miliar kepada perusahaan itu. Nilai utang diklaim membengkak menjadi Rp800 miliar dalam 25 tahun.
Pada saat krisis moneter, PT CMNP menyimpan uang dalam bentuk deposito di Bank Yama. Setelah menyita aset dan melikuidasi Bank Yama, BPPN menolak membayarkan jatah bagi PT CMNP. Ketika itu, BPPN berdalih ada konflik keterkaitan, yakni PT CMNP dan Bank Yama sama-sama dimiliki dan dikendalikan oleh Tutut.
Pada 2023, Jusuf Hamka bahkan sempat mengancam melaporkan Rionald Silaban dan Yustinus Prastowo ke polisi atas pasal fitnah dan pencemaran nama baik. Dua anak buah Sri Mulyani itu dianggap menyebarkan fitnah terkait PT CMNP.


