Faktor-faktor maraknya kasus kekerasan seksual oleh guru agama

P2G mencatat, kekerasan seksual di lembaga pendidikan agama formal dan nonformal selama 2021 terjadi di 27 daerah.

Ilustrasi kekerasan seksual. Pixabay

Banyak kasus kekerasan seksual dengan pelaku guru agama terungkap belakangan ini. Misalnya Herry Wirawan, pemimpin sekaligus pengajar di pondok pesantren Madani Boarding School Cibiru di Kota Bandung, Jawa Barat (Jabar), yang memerkosa memperkosa 21 santriwati berusia 13-17 tahun sejak 2016.

Kemudian, guru agama sekaligus pengasuh pondok pesantren (ponpes) di Kabupaten Tasikmalaya, Jabar, yang melakukan kekerasan seksual kepada sejumlah santriwati berusia 15-17 tahun. Dia sudah dilaporkan kepada kepolisian.

Selain itu, seorang guru agama berinisial M di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah (Jateng), terjerat kasus perkosaan terhadap 15 muridnya yang berusia 8-9 tahun pada September November. Termukahir, guru mengaji berinisial MMS di Kota Depok, Jabar, yang mencabuli 10 muridnya berusia 10-15 tahun pada Oktober-Desember 2021.

Berdasarkan catatan Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), kasus kekerasan seksual di satuan pendidikan agama formal dan nonformal selama 2021 terjadi di 27 kota/kabupaten. Data tersebut belum termasuk kekerasan seksual yang terjadi di luar satuan pendidikan agama formal, seperti kasus pencabulan terhadap belasan anak laki-laki oleh guru mengaji di Padang dan Ternate.

Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Anti-Kekerasan terhadap Perempuan, Siti Aminah Tardi, mengatakan, banyaknya kasus kekerasan seksual yang terungkap belakangan ini menjadi alarm darurat. Menurutnya, kasus ini harus dicegah serta ditangani secara sistematis dan komprehensif dari segi peraturan, ketersediaan prasarana, hingga perubahan budaya di lingkungan pendidikan.