Guru SD terduga teroris, Kepala BNPT: Virus radikalisme tak pandang status

Terorisme dan radikalisme bisa masuk ke mana saja, tanpa melihat status dan profesi seseorang.

Ilustrasi. Foto Pixabay.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT) Komjen Pol Boy Rafli Amar angkat bicara soal penangkapan tiga terduga teroris oleh tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, Jumat (28/10) lalu. Satu di antara tiga orang tersebut teridentifikasi sebagai kepala sekolah di salah satu sekolah dasar (SD) di Sumenep.
 
Boy menyebut, dugaan terlibatnya guru SD dalam aktivitas terorisme tersebut membuktikan virus terorisme dan radikalisme bisa masuk ke mana saja, tanpa melihat status dan profesi seseorang.

“Itulah, virus bisa mengenai siapa saja, virus intoleransi, radikalisme tidak pernah lihat status sosial, tidak melihat profesi. Jadi, itu adalah bukti bahwa virus ini tidak mengenal status sosial. Guru juga bisa kena,” ujar Boy di sela-sela acara Parade Budaya Nusantara BNPT dengan rute Sarinah-Bundaran HI-Sarinah, Jakarta, Minggu (6/11).

Atas hal tersebut, Boy mengimbau perlunya keterlibatan seluruh pihak dalam mengantisipasi dan mencegah masuknya intoleran, radikalisme, dan terorisme. Menurut dia, upaya pencegahan dan pemberantasan terorisme tidak hanya bisa dilimpahkan pada pemerintah saja.

"Perlu kewaspadaan yang ekstra kita semuanya. Kembalilah kepada jati diri kepribadian bangsa Indonesia yang toleran, menghormati kemajemukan, memiliki semangat persatuan, itu adalah identitas kita," tuturnya.

Boy mengklaim, pihaknya saat ini terus melakukan empat hal dalam mencegah dan meminimalisasi intoleran, terorisme, dan radikalisme. Yakni, transformasi wawasan kebangsaan yang berpatokan pada UUD 1945, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI. Lalu, revitalisasi nilai-nilai Pancasila dalam seluruh aspek kehidupan. Ketiga, moderasi ajaran-ajaran agama, dan keempat adalah penguatan budaya Nusantara.